April 18, 2009

Pelayaran keluhkan pembiayaan kapal BP Migas siap jadi mediator


Pelayaran keluhkan pembiayaan kapal
BP Migas siap jadi mediator

BANDUNG: Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak & Gas (BP Migas) siap menjadi mediator antara pengusaha pelayaran dan perbankan untuk memenuhi pembiayaan pengadaan kapal angkutan lepas pantai (offshore) di perairan nasional.

Budi Indianto, Kepala Divisi Operasi Penunjang BP Migas, mengemukakan UU No.17/2008 tentang Pelayaran dan Asas Cabotage menetapkan hanya kapal berbendera Indonesia yang boleh mengangkut muatan antarpulau. Namun, di sisi lain, pengusaha kapal masih sulit memperoleh kredit dari bank nasional.

Oleh sebab itu, katanya, diperlukan dukungan semua pihak untuk pelaksanaan UU itu, terutama untuk angkutan lepas pantai, di mana seluruhnya harus menggunakan kapal berbendera Indonesia pada 2011.

"BP Migas akan berupaya membangun sinergi antara pengusaha perkapalan dan pelayaran sebagai pelaku usaha serta bank sebagai penyedia dana. Kami akan coba menghitung kebutuhan kapal offshore untuk melaksanakan aturan tersebut," ujarnya di sela-sela rapat kerja perkapalan dan maritim, kemarin.

Selain BP Migas, rapat itu diikuti oleh peserta dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Departemen Perhubungan, Indonesian National Shipowners' Association (INSA), PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), PT PAL Indonesia, dan kalangan perbankan.

Beberapa pengusaha perkapalan yang hadir dalam rapat itu sempat mengeluhkan tingginya suku bunga perbankan untuk pembuatan kapal offshore. Tingginya suku bunga bank membuat sebagian pengusaha perkapalan sulit mengakses dana dari bank dalam negeri.

Di lain pihak, bank asing mematok suku bunga lebih rendah dibandingkan dengan suku bunga bank lokal. Namun, jika pengusaha perkapalan mengajukan kredit kepada bank asing, kapal tersebut harus menggunakan bendera asing pula.

Paulus Djohan, Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan INSA, mengatakan pengusaha perkapalan membutuhkan perlakuan adil dari bank dalam pengucuran kredit.

Menurut dia, tidak sedikit bank yang memandang sebelah mata pengusaha kapal, dengan pertimbangan minimnya nilai jaminan.

"Bank takut membiayai kapal karena kapal bisa tenggelam, sehingga akan sulit menagih cicilannya. Berbeda dengan kredit bagi sektor properti yang memang gedungnya bisa menjadi jaminan," ujarnya.

Di sisi lain, kata Paulus, pengusaha perkapalan juga kesulitan jika harus mengakses kredit ke bank di luar negeri untuk membuat kapal berbendera Indonesia. Lemahnya kepastian hukum di Tanah Air membuat bank di luar negeri menginginkan kapal yang dibuat berbendera asing pula.

Kejelasan kontrak

Sugiman Layanto, Ketua Bidang Angkutan Lepas Pantai INSA, menambahkan yang penting bagi pengusaha adalah kejelasan kontrak dan dukungan semua pihak untuk melaksanakan aturan tersebut.

Menurut dia, pengusaha perkapalan sebenarnya bisa mematok tarif sewa kapal lebih tinggi untuk menyiasati tingginya suku bunga bank.

"Walaupun sewanya mahal, pemasukannya tetap untuk dalam negeri. Berbeda dengan bank asing yang mematok murah, tetapi hasilnya lari ke luar negeri," ujarnya. (k35) (redaksi@bisnis.co.id)

Bisnis Indonesia, 22 Pebruari 2009

http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/transportasi-logistik/1id104351.html


No comments:

Post a Comment