July 21, 2009

INSA larang keanggotaan ganda


INSA larang keanggotaan ganda

JAKARTA: INSA melarang anggotanya yang bergerak di bidang pelayaran lepas pantai (off-shore) mengantongi keanggotaan ganda di organisasi selain asosiasi perusahaan pelayaran itu.

Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Johnson W.Sucipto mengatakan pihaknya segera melakukan pendataan ulang terhadap anggotanya yang bergerak pada usaha pelayaran off-shore.

Menurut dia, selain untuk menghindari keanggotaan ganda, pendataan ulang juga diharapkan bisa mempermudah konsolidasi antarperusahaan pelayaran off-shore anggota INSA dalam menyukseskan asas cabotage (muatan domestik wajib diangkut oleh kapal berbendera Indonesia) mulai 1 Januari 2011.

Dia mengatakan pihaknya segera mengirimkan surat resmi kepada seluruh perusahaan pelayaran off-shore nasional yang masih tercatat sebagai anggota INSA sekaligus Indonesian Offshore Shipping Association (IOSA).

“Kami berikan opsi kepada perusahaan-perusahan pelayaran tersebut untuk menentukan sikap tegas dan silakan memilih apakah ingin bergabung dengan INSA atau memilih asosiasi lain [IOSA]. Kami menegaskan tidak mentolerir keanggotaan ganda,” ujarnya kepada Bisnis akhir pekan lalu.

Dia juga membantah pernyataan Ketua Umum IOSA Budi H.M Siregar yang menyebutkan jumlah anggota asosiasi pelayaran off-shore tersebut kini 37 perusahaan dengan tiga di antaranya juga merupakan anggota INSA.

“Justru 34 perusahaan pelayaran yang direkrut oleh IOSA itu sampai saat ini masih tercatat sebagai anggota INSA bidang lepas pantai. Oleh karena itu, kami meminta kepada 34 perusahaan pelayaran tersebut menentukan pilihannya, apakah ingin bergabung dengan INSA atau IOSA,” katanya.

Johnson menuturkan kebijakan INSA itu dalam rangka mempertegas posisi organisasi tersebut dalam menolak rencana pelaksanaan registrasi kapal terbuka (open registry) yang sedang dikaji oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Perhubungan.

“Kami tetap menolak [open registry] karena akan menjadikan Indonesia sebagai negara berbendera kapal kemudahan [flag of convenience/FoC], sekaligus menggagalkan asas cabotage,” tegasnya.

Dia mengungkapkan INSA memiliki bukti bahwa usulan open registry dan FoC diwacanakan oleh IOSA dalam pertemuan asosiasi itu dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal pada 9 Juni 2009.

Dibantah

Saat dikonfirmasi Ketua Umum IOSA Budi H.M.Siregar mengatakan hingga saat ini pihaknya belum pernah secara resmi menyampaikan usulan apa pun kepada instansi mana pun terkait dengan open registry ataupun FoC.

Dia mengatakan pertemuan IOSA di BKPM pada 9 Juni 2009 itu hanya dalam rangka mempelajari pemikiran-pemikiran guna memperoleh kapal berbendera Indonesia bidang off-shore seiring dengan semakin dekatnya batas waktu pemenuhan asas cabotage pada Januari 2011.

“Tolong dibuktikan kalau ada usulan kami yang mendorong open registry. Kami menilai INSA hanya mencari kambing hitam atas masalah ini,” tegasnya.

Dalam dokumen pertemuan IOSA dan BKPM pada 9 Juni 2009 yang diperoleh Bisnis menyebutkan IOSA mengungkapkan tiga permasalahan yang mesti disikapi oleh pemerintah dalam rangka menunjang kegiatan sektor minyak dan gas bumi (migas) seiring dengan pemenuhan asas cabotage.

Pertama, hingga saat ini masih ada 80 kapal off-shore di dalam negeri yang sebagian besar beroperasi menggunakan bendera kemudahan, tetapi belum ada sumber dana untuk menggantikan kapal itu.

Kedua, pemilik kapal asing tidak bersedia menjadikan kapal mereka berbendera Indonesia. Ketiga, perbankan lokal belum reaktif menyalurkan kredit usaha pelayaran nasional, sedangkan investor luar negeri enggan menanamkan modalnya dengan keharusan kapal berbendera Merah Putih. (k1)

Bisnis Indonesia, 21 Juli 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=21-JUL-2009&inw_id=685762

No comments:

Post a Comment