July 2, 2009

Bunker nonsubsidi lebih diminati


Bunker nonsubsidi lebih diminati
Penyaluran bunker bersubsidi diperketat

JAKARTA: Perusahaan pelayaran lebih memilih menggunakan bahan bakar kapal atau bunker dengan harga pasar sehingga penyaluran bunker bersubsidi belum optimal.

Manuel Moniaga, Direktur PT Pagar Dewa Karya Utama-perusahaan penyedia layanan bunker-mengatakan operator kapal memilih menggunakan bunker nonsubsidi karena pelayanannya lebih cepat.

Dia mengungkapkan kepercayaan operator kapal asing untuk melakukan bunker di pelabuhan-pelabuhan di Indonesia juga sudah mulai meningkat.

“Untuk di Pelabuhan Tanjung Priok saja rata-rata 5.000 ton per bulan untuk bunker kapal asing. Jumlah yang hampir sama juga terjadi di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya,” katanya di sela-sela rapat umum anggota Asosiasi Pelayanan Bunker Indonesia (APBI) di Jakarta, kemarin.

Rapat umum anggota (RUA) ke-1 itu diikuti oleh sejumlah perusahaan penyedia layanan bunker dari Jakarta dan Surabaya dengan mengambil tema Konsolidasi Menuju Pelayanan Bunker Setara Internasional.

Sementara itu, pelaku usaha pelayaran nasional dan instansi terkait sektor angkutan laut diminta berperan aktif mengawasi penyaluran bahan bakar kapal bersubsidi untuk kapal penumpang, penyeberangan, dan angkutan kargo umum bermuatan bahan kebutuhan pokok.

Manajer Industri & Marine PT Pertamina Gandhi Sriwidodo mengatakan bahan bakar kapal bersubsidi hingga saat ini masih tetap diberikan kepada operator kapal penumpang yang menerima dana public service obligation (PSO) dan kapal pengangkut barang-barang kebutuhan pokok masyarakat.

Di sisi lain, paparnya, Pertamina akan tetap menjamin keberlangsungan penyaluran bahan bakar bersubsidi tersebut agar kegiatan angkutan laut bisa terus berjalan.

“Namun, yang terpenting pengawasan harus tetap ditingkatkan terhadap penyaluran bahan bakar bersubsidi itu. Jangan sampai jatuh ke pihak yang kurang tepat untuk menghindari penyalahgunaan atau kegiatan bunker ilegal,” katanya.

Dia menegaskan meskipun dikenakan harga subsidi, aktivitas pelayanan bunker terhadap kapal penumpang ataupun angkutan kargo umum tidak boleh terlambat.

“Diperlukan kecepatan pelayanan bunker untuk kedua kapal itu karena ketika angkutan itu terlambat, dampaknya akan meresahkan masyarakat,” tutur Gandhi.

Koordinasi

Oleh karena itu, paparnya, perusahaan pelayaran nasional dan anggota APBI diharapkan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum di laut, di antaranya Administrator Pelabuhan, Polri, dan TNI Angkatan Laut untuk mengawasi penyaluran bahan bakar kapal bersubsidi.

“Jika menemukan kegiatan penyaluran bahan bakar kapal di bawah harga yang sudah ditetapkan pertamina agar dilaporkan. Harmonisasi koordinasi antarinstansi dan pelaku bisnis terkait inilah yang mesti terus dilakukan,” tegasnya.

Ketua Umum APBI Jojok Moedijo mengatakan pengawasan atas bahan bakar kapal bersubsidi masih perlu ditingkatkan dengan melakukan sosialisasi kepada seluruh aparat terkait di pelabuhan.

Dia mengungkapkan pengawasan terhadap penyaluran bahan bakar bersubsidi sudah diatur dalam UU No.22/2000 dan pihak kepolisian ataupun aparat di laut bisa melakukan tindakan jika menemukan pelanggaran. (k1/Junaidi Halik) (redaksi@bisnis. co.id)

Bisnis Indonesia, 02 Juli 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=02-JUL-2009&inw_id=682531

No comments:

Post a Comment