July 10, 2009

Dispensasi kapal operasi hulu migas ditolak


Dispensasi kapal operasi hulu migas ditolak
BP Migas khawatir gangguan operasional

JAKARTA: Departemen Perhubungan menolak permohonan BP Migas yang meminta agar kapal khusus kegiatan seismik, pengeboran, dan konstruksi diberi kelonggaran dari kewajiban berbendera Indonesia.

Direktur Lalu Lintas Angkutan Laut Dephub Leon Muhammad mengatakan usulan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) itu ditolak karena penerapan asas cabotage (komoditas di dalam negeri wajib diangkut oleh kapal berbendera Indonesia) sudah dimulai pada 2005 dan kapal untuk tiga kegiatan itu sudah tersedia di Tanah Air.

“Dephub tetap berkomitmen untuk menerapkan asas cabotage secara penuh pada 1 Januari 2011 sehingga kapal asing yang mengangkut komoditas di dalam negeri wajib berbendera Indonesia. Ini sudah komitmen pemerintah dan tidak berubah sampai sekarang,” katanya kepada Bisnis kemarin.

Wakil Kepala BP Migas Abdul Muin mengakui pihaknya memang menyurati Departemen Perhubungan terkait dengan kewajiban kapal pengangkut komoditas domestik menggunakan bendera Indonesia.

Instansi pengelola sumber migas di Tanah Air itu juga meminta kelonggaran aturan pembatasan usia kapal. Menurut Muin, aturan itu tidak bisa diterapkan sekaligus pada tahun ini karena sempitnya waktu untuk mempersiapkan kapal pengganti.

“Kesepakatan kita secara nasional, kami mendukung dan menyepakati adanya aturan itu. Namun, kalau aturan itu diterapkan sekarang, waktu terlalu sempit untuk memesan kapal sehingga tidak mudah menggantinya dan bisa mengganggu operasi,” katanya.

Dia mengungkapkan dengan realitas sebagian besar dari 20 kapal jenis floating storage and of loading (FSO) dan floating, production, storage and of loading(FPSO)masih berbendera asing dan berusia di atas 20 tahun, BP Migas meminta penundaan pemberlakuan aturan itu setidaknya hingga awal 2011 atau masa kontrak berakhir.

“Hal itu juga merujuk pada KM 71/2005 yang membolehkan kapal berbendera asing beroperasi di kegiatan migas hingga Januari 2011,” tutur Muin.

Dia menambahkan instansinya juga meminta kelonggaran yang sama untuk untuk kapal penunjang, seperti anchor handling and supply vessel (AHTS), kapal tunda, tongkang, dan kapal penunjang lainnya.

Sudah banyak

Namun, Leon menegaskan alasan BP Migas bahwa tidak tersedianya kapal untuk kegiatan seismik, pengeboran, dan konstruksi, tidak benar. “Siapa bilang tidak ada, sudah banyak pengusaha yang memiliki kapal untuk kegiatan seismik, drilling, dan konstruksi,” ungkapnya.

Dia menambahkan BP Migas seharusnya lebih proaktif dengan berkomitmen mendorong terpenuhinya roadmap asas cabotage, guna mendorong pelayaran mendapatkan kontrak jangka panjang.

“Penerapan asas cabotage sudah tidak bisa dimundurkan lagi. Kami tetap konsekuen dengan tenggat roadmap tersebut dan BP Migas kami harapkan menyesuaikan diri,” tutur Leon.

Berdasarkan peta jalan (roadmap) asas cabotage, kewajiban angkut komoditas di dalam negeri menggunakan kapal berbendera Indonesia untuk minyak dan gas (migas) dan batu bara paling lambat pada 1 Januari 2010, sedangkan angkutan lepas pantai pada 1 Januari 2011.

Sekretaris Ditjen Perhubungan Laut Dephub Bobby R. Mamahit mengatakan departemennya optimistis dapat menerapkan asas cabotage secara penuh pada 1 Januari 2011 kendati perusahaan pelayaran masih kesulitan memperoleh kontrak jangka panjang.

Sementara itu, Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan DPP Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Paulis A. Djohan mengimbau pemangku kepentingan di luar organisasi itu agar berupaya lebih baik dalam memenuhi tenggat penerapan asas cabotage. (tularji@bisnis.co.id/ rudi.ariffianto@bisnis.co.id)

Oleh Tularji & Rudi Ariffianto
Bisnis Indonesia, 10 Juli 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=10-JUL-2009&inw_id=683966

No comments:

Post a Comment