July 6, 2009

Asas cabotage lepas pantai terancam gagal


Asas cabotage lepas pantai terancam gagal
Pelayaran nasional terkendala kontrak

JAKARTA: Penerapan asas cabotage secara penuh untuk angkutan lepas pantai (offshore) pada 1 Januari 2011 terancam gagal karena pengusaha pelayaran nasional masih sulit memperoleh kontrak jangka panjang.

Wakil Ketua Dewan Pengurus Pusat Indonesian National Shipowners? Association (INSA) Paulis A. Djohan mengatakan pengusaha pelayaran baru bisa memastikan mampu memenuhi tenggat penerapan asas cabotage (komoditas domestik wajib diangkut oleh kapal berbendera Indonesia) untuk angkutan minyak dan gas (migas) serta batu bara.

?Namun, kegagalan untuk memenuhi asas cabotage angkutan offshore sesuai dengan tenggat 1 Januari 2011 sudah di depan mata, apalagi kebutuhan investasi pengadaan kapal tipe ini sangat besar,? katanya kepada Bisnis pekan lalu.

Sesuai dengan roadmap asas cabotage, kewajiban angkut komoditas di dalam negeri menggunakan kapal berbendera Indonesia untuk migas dan batu bara diterapkan paling lambat 1 Januari 2010, sedangkan angkutan lepas pantai mulai 1 Januari 2011.

Indonesia merupakan negara ke-18 dan satu-satunya di kawasan Asia Tenggara yang menerapkan asas cabotage, sedangkan Amerika Serikat sebagai negara pertama menerapkan aturan itu.

Hingga Mei 2009, masih ada 127 kapal pengangkut migas berbendera asing yang harus beralih menggunakan bendera Indonesia sebelum 1 Januari 2011, padahal perusahaan galangan kapal di dalam negeri sudah kelebihan pesanan.

Paulis mengungkapkan total kebutuhan investasi pengadaan armada untuk menggantikan kapal offshore asing bisa mencapai US$3 miliar-US$4 miliar.

?Kendalanya bukan pada biaya, melainkan kontrak jangka panjang yang tidak didapatkan oleh perusahaan pelayaran nasional,? ujarnya.

Dia mengungkapkan kebutuhan investasi pengadaan kapal lepas pantai sebenarnya bisa dipenuhi oleh lembaga pembiayaan dan perbankan karena mereka sudah berkomitmen untuk menyediakan dana itu.

Namun, menurut Paulis, kontrak jangka panjang yang diminta oleh perbankan masih sulit diperoleh oleh pelayaran nasional dari para pemilik komoditas sehingga pembiayaan yang disediakan itu tidak terserap secara optimal.

Paulis menegaskan kendati penerapan asas cabotage untuk angkutan lepas pantai berpotensi gagal, pelaku usaha pelayaran tetap bekerja secara optimal untuk memenuhi tenggat yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Harga tinggi

Ketua Umum DPP Indonesian Offshore Shipping Association (IOSA) Budi H.M. Siregar pernah mengungkapkan untuk memenuhi asas cabotage angkutan offshore pada 2011, masih dibutuhkan investasi sedikitnya US$1 miliar.

Dana itu disiapkan untuk pengadaan 80 unit kapal lepas pantai jenis floating storage and of loading(FSO), floating, production, storage and of loading(FPSO), utility vessel, dan anchor handling tug & supply (AHTS).

Budi mengatakan harga kapal offshore yang masih tinggi di pasar internasional menyebabkan perusahaan pelayaran nasional yang bergerak pada kegiatan pendukung lepas pantai sulit menambah armada.

Menurut dia, harga kapal bekas jenis angkutan kontainer dan curah saat ini masih rendah. Namun, harga kapal lepas pantai belum turun sehingga dukungan pemerintah dan lembaga keuangan dalam negeri sangat dibutuhkan untuk mendukung pengadaan armada angkutan offshore. (tularji@bisnis.co.id)

Oleh Tularji
Bisnis Indonesia, 06 Juli 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=06-JUL-2009&inw_id=683021

No comments:

Post a Comment