September 16, 2009

5 BUMN diusulkan dilikuidasi


5 BUMN diusulkan dilikuidasi

JAKARTA: Kementerian Negara BUMN mengusulkan untuk melikuidasi lima BUMN bentukan departemen pada masa lampau, yang dinilai kurang produktif, kepada pejabat menteri BUMN yang baru nanti.
Publish Post

Sekretaris Menteri BUMN Said Didu mengatakan saat ini kementerian sedang menyusun laporan kinerja kementerian selama 5 tahun untuk periode masa jabatan 2004-2009.

Dalam laporan itu akan dijabarkan pencapaian, kendala, dan kiat menangani problema kinerja sebanyak 140 BUMN di Indonesia.

Laporan ini akan diserahkan ke Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada 1 Oktober 2009.

Said menyebutkan dari 140 BUMN itu, ada sebanyak lima BUMN yang dinilai kurang produktif sehingga perlu dilikuidasi. Mereka adalah PT Pradnya Paramita, PT Djakarta Lloyd, PT Survai Udara Penas, PT Industri Sandang Nusantara, dan Perum Produksi Film Negara (PPFN).

"BUMN ini asetnya kecil-kecil, tapi sulit dilikuidasi," ujarnya saat ditemui di kantornya, kemarin.

Dia memaparkan kelima BUMN itu adalah bentukan departemen pada masa lampau.

Pradnya Paramita misalnya, adalah perusahaan yang bergerak di bidang percetakan dan penerbitan bentukan Depdiknas dan Balai Pustaka. Aset pemilik toko buku Pradnya Paramita itu tercatat sebesar Rp4 miliar.

Lalu ada Survai Udara Penas, yang merupakan BUMN bentukan Tentara Nasional Indonesia, tercatat mempunyai aset senilai Rp7,5 miliar.

PPFN, yang hanya memproduksi film anak-anak Si Unyil, merupakan bentukan Departemen Penerangan.

Nilai aset BUMN ini lebih besar dari yang lainnya yakni Rp31 miliar, sebagian besar berkat nilai tanah dan bangunan tempat PPFN berdiri.

Terlilit masalah

Ada pula Industri Sandang yang terlilit masalah karena sektor industri tekstil yang terpuruk. Kendati demikian, Said menilai BUMN dengan permasalahan terberat adalah PT Perusahaan Listrik Negara.

"Itu karena belum ada kebijakan yang memungkinan BUMN itu melaksanakan fungsinya sebagai penyedia listrik, sekaligus menjadikannya sebagai perusahaan yang sehat sehingga bisa berinvestasi. Kebijakan masih tambal sulam," tuturnya.

Untuk itu, dia menilai ke depan perlu ada kesamaan visi mengenai arah pengembangan BUMN.

Menurut dia, saat ini kepentingan sektoral masih banyak yang lebih menonjol dibandingkan dengan upaya menyelesaikan permasalahan BUMN secara tuntas.

Oleh Pudji Lestari
Bisnis Indonesia, 12 September 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A15&cdate=12-SEP-2009&inw_id=695490

No comments:

Post a Comment