June 30, 2009

Kapal yang belum adopsi LRIT tidak dipersulit


Kapal yang belum adopsi LRIT tidak dipersulit

JAKARTA: Sejumlah negara berkomitmen tidak mempersulit proses administrasi kapal yang belum mengaplikasikan sistem informasi kapal atau long range indentification tracking (LRIT) meski IMO akan memberlakukan aturan itu mulai 1 Juli 2009.

Sumber Bisnis yang mengikuti pertemuan IMO mengatakan beberapa negara, termasuk Singapura yang memiliki volume lalu lintas angkutan laut sangat tinggi, berinisiatif bersikap lebih longgar soal aturan LRIT karena hingga kini baru tujuh negara yang sistemnya sudah diaudit oleh International Maritime Organization (IMO).

“Hingga akhir tahun ini, sejumlah negara mengambil kebijakan tidak akan menekan, mempersulit, atau memberi denda terhadap kapal yang belum punya LRIT. Peraturan ini kan juga baru pertama kali, jadi sejumlah negara juga masih meraba-raba,” ujarnya, akhir pekan lalu.

Proses audit pusat data atau National LRIT Data Centre (NDC) dari IMO diduga sebagai masalah utama untuk menerapkan sistem informasi kapal itu.

Meskipun anggota IMO sudah siap dengan infrastruktur, tidak bisa menerapkan LRIT jika belum mendapat sertifikat audit dari IMO.

LRIT merupakan sistem informasi yang menyediakan tentang identitas, lokasi, serta tanggal dan waktu di mana posisi kapal berada. Regulasi mengenai LRIT diatur dalam ketentuan Safety of Life at Sea (SOLAS) Bab V.

Jenis kapal yang termasuk dalam objek LRIT adalah yang melakukan pelayaran luar negeri, termasuk kapal penumpang, kargo, serta pengeboran lepas pantai, yang berbobot lebih dari 300GT.

Sebenarnya, menurut sumber itu, audit NDC tidak sulit karena bisa dilakukan di kantor pusat IMO di London, Inggris, melalui sistem teknologi informasi. Setiap negara, paparnya, hanya dikenakan biaya sebesar 8.500 pound sterling untuk audit itu.

“Masalahnya, ketentuan ini dilakukan secara serentak dan melibatkan banyak negara. Bukan hanya Indonesia yang mengantre untuk audit, melainkan semua negara juga mengalami hal yang sama,” katanya. (22)

Bisnis Indonesia, 30 Juni 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=30-JUN-2009&inw_id=682134

June 26, 2009

Pelindo III tambah 4 kapal tunda Rp160 miliar


Pelindo III tambah 4 kapal tunda Rp160 miliar


SURABAYA: PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III akan menambah empat unit kapal tunda senilai Rp160 miliar sehingga jumlahnya menjadi 31 unit. Dari empat kapal itu, satu di antaranya yaitu KT Bima 306 dioperasikan mulai pekan ini.

Direktur Utama Pelindo III Djarwo Surjanto mengatakan meski arus kunjungan kapal di pelabuhan yang dikelola Pelindo III pada 2009 hanya naik 4% dibandingkan dengan realisasi 2008, peningkatan layanan tetap dilakukan.

"Dengan tambahan KT Bima 306, Pelindo III kini mengoperasikan 28 unit kapal tunda, yaitu 15 unit merupakan milik Pelindo III dan selebihnya 13 kapal sewa. Tambahan kapal tunda itu diharapkan dapat memaksimalkan layanan di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya," kata Djarwo, Senin.

Dia mengatakan tambahan empat kapal tunda itu dibangun oleh galangan kapal PT Daya Radar Utama senilai 1,45 juta yen atau setara Rp40 miliar per kapal. Pembangunan setiap kapal mencapai 500 hari. Khusus untuk KT Bima 306 dikerjakan 19 Maret 2008 dan selesai 31 Mei 2009.

Selain menambah kapal tunda, lanjut Djarwo, Pelindo III juga melakukan repowering atau mengganti mesin kapal yang dinilai tidak efisien lagi.

Humas Pelindo III Iwan Sabatini menambahkan sisa pesanan tiga kapal tunda tersebut akan diselesaikan pada 2010-2011. "Ketiga kapal tunda itu akan dioperasikan untuk memenuhi kebutuhan sejumlah pelabuhan yang dikelola Pelindo III, insya Allah pada 2010-2011 semua kapal tunda itu dapat beroperasi," kara Iwan

Managing Director PT Daya Radar Utama Agus Guanawan mengatakan kapal tunda tersebut menggunakan mesin Nigata GL 25H dengan kemampuan 2x1500 HP dan Aux Cummin berkapasitas 2x136 kW, sehingga secara teknis memiliki daya dorong kapal cukup besar, yakni hingga 40 ton.

Agus menambahkan untuk membangun kapal itu, galangan kapalnya didukung tenaga ahli profesional, selain telah mengantongi ISO 9001-2008. (k21/Ardiansyah)

Bisnis Indonesia, 25 Juni 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=25-JUN-2009&inw_id=681487

Kapal perintis setop operasi


TRANSIT

Kapal perintis setop operasi

Palangkaraya: Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kalimantan Tengah menyayangkan penghentian operasi kapal perintis yang melayani wilayah itu.

"Kapal perintis yang berhenti beroperasi tersebut melayani penumpang di pelabuhan perintis Bahaur, Kabupaten Pulang Pisau," kata Kepala Bidang Transportasi Laut, Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informasi Kalteng Salim, kemarin. (Antara)

Bisnis Indonesia, 26 Juni 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=26-JUN-2009&inw_id=681642

Pelayaran lepas pantai kesulitan penuhi asas cabotage


Pelayaran lepas pantai kesulitan penuhi asas cabotage


JAKARTA: Perusahaan pelayaran yang bergerak pada kegiatan pendukung lepas pantai (offshore) masih kesulitan menambah armada guna memenuhi asas cabotage, karena harga kapal itu di pasar internasional masih tinggi.

Ketua Umum DPP Indonesian Offshore Shipping Association (IOSA) Budi H.M. Siregar mengatakan untuk memenuhi asas cabotage (muatan dometik wajib diangkut kapal berbendera Indonesia) mulai 2011, masih dibutuhkan investasi US$1 miliar untuk menyiapkan 80 unit kapal lepas pantai jenis FSO (floating storage and of loading), FPSO (floating, production, storage and of loading), utility vessel, dan anchor handling tug & supply (AHTS).

"Kalau untuk kapal bekas jenis angkutan kontainer dan curah lainnya memang sudah terjadi penurunan harga. Namun, harga kapal offshore belum turun. Karena itu, dukungan pemerintah dan lembaga keuangan dalam memberikan kredit untuk usaha ini sangat dibutuhkan," katanya kemarin.

Dia mengatakan tingginya harga kapal offshore karena berteknologi tinggi yang dipakai untuk mendukung kegiatan pengeboran dan pencarian sumur minyak di tengah laut. "Kapal jenis ini hanya mengangkut perlengkapan dan peralatan pengeboran dan biasanya dicarter oleh perusahaan minyak yang beroperasi di dalam negeri," paparnya.

Budi menambahkan perusahaan pelayaran lepas pantai selama ini juga sulit memperoleh kontrak jangka panjang atau tahunan mengingat pola dan tarif carter kapal itu hanya berdasarkan jangka waktu kegitatan eksplorasi minyak yang dikerjakan oleh perusahaan yang menjadi mitranya.

"Di sisi lain, pemberian kredit perbankan bagi usaha perkapalan saat ini cenderung melihat ada tidaknya kontrak jangka panjang yang dikantongi perusahaan pelayaran,".

Sebagai contoh, tuturnya, untuk melakukan pengeboran satu titik sumur minyak di perairan Indonesia bagian barat dibutuhkan waktu 40 hari-60 hari, sedangkan di perairan kawasan timur Indonesia bisa mencapai 90 hari. "Jadi carter kapal offshore hanya berlaku selama pekerjaan eksplorasi itu dilakukan," tuturnya.

Meski begitu, Budi mengakui harga carter kapal offshore di dalam negeri masih stabil. Untuk kapal jenis supply vessel berukuran 3.000 HP, sewanya mencapai US$4.000 per hari, sedangkan jenis AHTS ukuran 4.000 HP bisa mencapai US$6.000-US$7.000 per hari. (k1)

BISNIS INDONESIA, 26 Juni 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=26-JUN-2009&inw_id=681639

June 24, 2009

Dephub didesak tetapkan biaya forwarder


Dephub didesak tetapkan biaya forwarder

JAKARTA: Gafeksi mendesak Departemen Perhubungan segera mengatur komponen tarif jasa forwarder untuk pelayanan barang dan peti kemas berstatus less than container load (LCL) di Pelabuhan Tanjung Priok agar biayanya tidak melambung.

Anggota Dewan Penasihat DPP Gabungan Forwarder, Logistik, dan Ekspedisi Indonesia (Gafeksi) F.S. Popal mengatakan tarif jasa forwarder perlu diatur berdasarkan kesepakatan antara penyedia dan pengguna jasa serta ditetapkan oleh pemerintah selaku regulator.

"Dalam PP No. 82/ 1999 tentang Angkutan di Perairan dan UU No.17/2008 tentang Pelayaran telah diamanatkan agar kegiatan jasa forwarder dan tarifnya segera diatur oleh pemerintah, dalam hal ini Dephub," ujarnya kepada Bisnis kemarin.

Dia mengatakan kemelut yang kini terjadi pada kegiatan jasa pelayanan barang dan peti kemas di pergudangan lini 2 Pelabuhan Priok merupakan dampak dari tidak adanya aturan dan penetapan tarif jasa forwarder.

Popal menegaskan Dephub hanya mengatur soal tarif jasa pergudangan di lini 2, padahal mayoritas penyedia jasa di kawasan itu merupakan perusahaan forwarder konsolidator dan menjadi mitra operator gudang.

"Akibatnya, tarif gudang yang kini telah dipangkas lewat SK Dirjen Perhubungan Laut dialihkan ke jasa forwarder, sehingga pemilik barang tetap saja kena biaya tinggi," ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Ikatan Eksportir Importir Indonesia Amelia Achyar menyayangkan Administrator Pelabuhan (Adpel) Tanjung Priok yang belum menetapkan sanksi bagi sembilan perusahaan penyedia jasa yang diduga melanggar aturan tarif lini 2 yang ditetapkan oleh Dephub.

Tidak berwenang

Namun, menurut Ketua Umum Dewan Pemakai Jasa Angkutan Indonesia (Depalindo) Toto Dirgantoro, Adpel Priok tidak berwenang untuk mencabut izin penyedia jasa yang melanggar aturan tarif lini 2 Priok karena yang diatur dalam SK Dirjen Perhubungan Laut hanya tarif pergudangan, bukan jasa forwarder.

Di tempat terpisah, Menhub Jusman Syafii Djamal menyesalkan adanya dugaan pelanggaran tarif batas atas lini 2 Pelabuhan Priok oleh sejumlah perusahaan penyedia jasa layanan barang dan peti kemas di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu.

Menhub menegaskan seharusnya semua penyedia jasa harus mematuhi ketentuan tersebut karena tarif batas ditetapkan berdasarkan hasil musyawarah sejumlah kalangan yang berkepentingan di Pelabuhan Priok. (k1/22)

Bisnis Indonesia, 24 Juni 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=24-JUN-2009&inw_id=681269

Komunitas maritim terbentuk


TRANSIT

Komunitas maritim terbentuk

JAKARTA: Sejumlah praktisi di bidang pelayaran, forwarder, kepelabuhanan, pergudangan, dan tenaga kerja bongkar muat di pelabuhan mendeklarasikan Komunitas Maritim Indonesia (KMI).

"Saat ini kita harus mendorong pemerintah agar terus berorientasi pada pembangunan nasional yang berpijak pada kemaritiman karena sepertiga wilayah Indonesia merupakan perairan," ujar Ketua Presidium KMI Arwinas Dirgahayu, pekan lalu. (Bisnis/k1/ams)

Bisnis Indonesia, 23 Juni 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=23-JUN-2009&inw_id=681096

Krisis global tekan nilai impor kapal


Krisis global tekan nilai impor kapal


JAKARTA: Penurunan harga kapal di pasar dunia sebagai dampak krisis global diduga menjadi pemicu utama nilai impor kapal, perahu, dan struktur terapung pada April 2009 anjlok 49% dibandingkan dengan realisasi bulan sebelumnya.

Wakil Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan DPP Indonesian National Shipowners' Association (INSA) Paulis A.Djohan mengatakan penurunan nilai impor pada April menandai dimulainya pengiriman kapal yang dipesan oleh perusahaan pelayaran dalam negeri pada masa krisis.

"Selama April 2009, jumlah kapal yang diimpor tetap stabil dibandingkan dengan kondisi bulan-bulan sebelumnya. Hanya nilainya turun karena harga kapal yang di-delivery itu merupakan pesanan pada saat krisis," katanya kepada Bisnis, baru-baru ini.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat realisasi impor kapal, perahu, dan struktur terapung selama April 2009 senilai US$74,8 juta atau turun US$77,6 juta dari realisasi Maret yang mencapai US$152,4 juta.

Namun, impor kapal, perahu, dan struktur terapung selama Januari-April 2009 mencapai US$427,8 juta atau naik 103% dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar US$210,6 juta.

Paulis menjelaskan selisih harga kapal yang dipesan pada saat krisis dengan sebelum krisis cukup tinggi. Menurut dia, sejak krisis, harga kapal di pasar dunia cenderung turun, bahkan ada yang anjlok hingga 50% disebabkan oleh banyaknya pembatalan pesanan kapal yang sedang dibangun oleh galangan.

"Operator pelayaran nasional memperoleh berkah dari krisis global karena dapat membeli kapal dengan harga murah," ungkapnya.

Dia memaparkan selama 3 bulan pertama tahun ini nilai impor kapal cenderung tinggi karena adanya pengiriman sejumlah kapal besar dari pembelian yang dilakukan oleh perusahaan pelayaran dengan harga yang berlaku sebelum krisis.

Selain itu, Paulis mengungkapkan penerapan asas cabotage (komoditas domestik wajib diangkut oleh kapal berbendera Indonesia) meningkatkan peran pelayaran dalam angkutan komoditas di dalam negeri sehingga kebutuhan terhadap kapal meningkat secara signifikan.

Namun, Ketua Dewan Pengurus Pusat Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) Sjarifuddin Mallarangan mengungkapkan impor armada kapal penyeberangan masih minim.

Oleh Tularji
Bisnis Indonesia, 24 Juni 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=24-JUN-2009&inw_id=681270

Operator kapal tolak bayar selisih harga BBM


Operator kapal tolak bayar selisih harga BBM

JAKARTA: Operator kapal penyeberangan di lintasan Merak-Bakauheni menolak membayar kekurangan harga keekonomian pembelian bahan bakar minyak selama 2008 dari PT Pertamina yang diperkirakan mencapai Rp9 miliar.

Ketua DPC Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) Merak Togar Napitupulu mengatakan tagihan atas selisih harga pembelian BBM bersubsidi dan industri itu tidak masuk akal.

Menurut dia, selama ini angkutan penyeberangan tidak pernah membeli BBM dengan harga industri karena perhitungan komponen biaya BBM yang dijadikan dasar penetapan tarif penyeberangan mengacu kepada harga BBM bersubsidi.

"Kami dikejutkan dengan adanya tagihan itu karena peristiwa seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Ini kejadian pertama yang membuat operator penyeberangan makin menderita," katanya kepada Bisnis kemarin.

Togar menjelaskan selisih harga BBM yang ditagih Pertamina itu adalah yang digunakan untuk anchor (lepas jangkar) dan menuju tempat docking (perawatan). "Anchor dan docking itu kan bagian dari kegiatan operasional kapal juga."

Surat tagihan

Sejumlah perusahaan telah menerima surat tagihan kekurangan bayar keekonomian BBM dari Pertamina dengan nilai bervariasi, mulai dari Rp129 juta hingga Rp3 miliar. Gapasdap memperkirakan tagihan selisih harga BBM itu selama 2008 mencapai Rp9 miliar.

Dalam surat yang ditujukan kepada sejumlah perusahaan pemilik kapal di Merak, Pertamina menyebutkan tagihan tersebut dilakukan sebagai tindak lanjut dari hasil verifikasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas audit pelayanan minyak solar bersubsidi 2008.

Surat yang ditandatangani Menejer Pemasaran BBM Industri dan Marine Region II Pertamina Indra Edi Santoso itu menyatakan pihak Pertamina telah melakukan konfirmasi ke Adpel Merak pada 3 April 2009.

Dari konfirmasi tersebut, BUMN itu mengetahui adanya pemakaian BBM oleh kapal penyeberangan yang tidak berlayar sehingga tidak berhak mendapatkan BBM bersubsidi.

Sejauh ini baru tiga perusahaan dengan tujuh kapal yang telah memberikan laporan kepada Gapasdap Merak terkait dengan adanya tagihan dari Pertamina atas kekurangan biaya pembelian BBM itu.

Ketika dikonfirmasi, Vice President Komunikasi Pertamina Basuki Trikora Putra membenarkan adanya tagihan tersebut. Menurut dia, kapal-kapal tertentu yang pada kondisi normal berhak mendapatkan subsidi, tetapi gugur haknya apabila tidak berlayar.

"Jadi, tagihan atas selisih itu wajar karena memang kapal yang tidak berlayar tidak berhak mendapatkan subsidi. BBM bersubsidi yang sudah mereka terima harus dihargai sebagai BBM nonsubsidi."

Namun, kata Basuki, Pertamina tidak memberikan batas waktu atas tagihan kekurangan bayar itu. "Kami menyadari karena ini perusahaan dalam negeri, mungkin berat juga kalau ada batas waktu."

Oleh Tularji & Rudi Ariffianto
Bisnis Indonesia, 24 Juni 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=24-JUN-2009&inw_id=681264

June 18, 2009

6 Kapal di Ujung-Kamal diusulkan pindah


6 Kapal di Ujung-Kamal diusulkan pindah

JAKARTA: Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) Jawa Timur meminta pemerintah memindahkan sedikitnya enam unit kapal yang beroperasi di Ujung-Kamal ke lintasan komersial lain.

Ketua DPD Gapasdap Jatim Bambang Harjo mengatakan pemindahan kapal itu dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara permintaan pasar dan jumlah armada yang tersedia sehingga operator penyeberangan tidak menanggung kerugian yang lebih besar.

Dia menjelaskan kapal yang dipindahkan itu harus memiliki spesifikasi bisa beroperasi di lintasan mana saja sehingga tidak memerlukan investasi tambahan untuk mengubah spesifikasi kapal. "Paling tidak enam unit kapal harus pindah ke lintasan," katanya kepada Bisnis kemarin.

Bambang menuturkan pemerintah telah menawarkan sejumlah lintasan baru bagi operator yang ingin pindah ke Batulicin-Tanjung Serdang, Bau Bau-Wara, Muntok-Palembang, dan lintasan di Papua dan Maluku.

Namun, menurut dia, pemindahan kapal itu cukup berisiko jika operasional Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu) tersendat.

"Infrastruktur alternatif selain penyeberangan tidak ada, sehingga jika terjadi accident pada Jembatan Suramadu, transportasi Surabaya-Madura lumpuh," katanya.

Bambang menegaskan Gapasdap tetap meminta pemerintah mengucurkan dana subsidi bagi operator penyeberangan di lintasan Ujung-Kamal sebagai kompensasi atas hilangnya muatan, menyusul beroperasinya Jembatan Suramadu.

Dalam sepekan terakhir, Gapasdap Jatim mencatat jumlah mobil yang diseberangkan di lintasan Ujung-Kamal turun hingga 80%, sedangkan sepeda motor anjlok 70% dan arus penumpang berkurang 40%. Dengan kondisi itu, operator kehilangan pendapatan hingga mencapai 60%.

Terancam bangkrut

Sekjen Gapasdap Luthfi Syarief mengungkapkan enam operator kapal penyeberangan lintas Ujung-Kamal itu berpotensi bangkrut, menyusul pengoperasian Jembatan Suramadu dengan tarif 50% lebih murah dari kapal penyeberangan. Potensi itu mengacu pada laporan penurunan load factor kapal hingga 70%.

Sampai saat ini, dia memaparkan enam operator kapal penyeberangan itu tetap mengoperasikan 18 unit kapal di lintas Ujung-Kamal hingga 3 bulan ke depan kendati telah terjadi penurunan load factor.

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Gapasdap Sjarifuddin Mallarangan menuturkan pemerintah tidak perlu menunggu sampai 3 bulan untuk memindahkan sebagian operator dari Ujung-Kamal ke lintasan komersial lainnya. (Hendra Wibawa)

Oleh Tularji
Bisnis Indonesia, 18 Juni 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=18-JUN-2009&inw_id=680263

Badan penjaga pantai tunggu peraturan pemerintah


Badan penjaga pantai tunggu peraturan pemerintah

JAKARTA: Pembentukan badan penjaga pantai dan laut yang direncanakan pada pertengahan tahun ini mundur menjadi akhir 2009, menyusul belum tuntasnya rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang lembaga itu.

Dirjen Perhubungan Laut Departemen Perhubungan Sunaryo mengatakan saat ini pihaknya masih berkonsentrasi menyelesaikan RPP Kepelabuhanan sebelum melangkah ke RPP Badan Penjaga Pantai dan Laut.

"Sekarang prioritas RPP Kepelabuhanan, setelah itu RPP Badan Penjaga Pantai dan Laut," katanya seusai seminar nasional tentang Undang-Undang No.17/2008 tentang Pelayaran, kemarin.

Menurut dia, badan baru itu menggabungkan sejumlah institusi yang terlibat dalam penjagaan perairan dan laut, di antaranya TNI Angkatan Laut, Polisi Air, Ditjen Bea Cukai, serta Badan Karantina.

Selain itu, lanjutnya, badan itu mengoordinasikan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) dan Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla).

Sunaryo mengungkapkan Dephub telah menominasikan Kepala Pelaksana Harian Bakorkamla Laksamana Madya TNI Budhi Rahardjo sebagai Kepala Badan Penjaga Pantai dan Laut jika badan itu terbentuk.

Nominasi itu, paparnya, mengacu pada pengalaman Bakorkamla mengoordinasikan operasi penjagaan laut dan pantai di Indonesia. Dia menegaskan pihaknya akan membentuk kantor satu atap badan penjaga pantai dan laut di Dephub yang beranggotakan semua instansi yang terlibat dalam pengamanan perairan dan laut.

Budhi Rahardjo memproyeksikan badan itu akan menjadi lembaga koordinasi dengan multitugas, sehingga memudahkan pengamanan perairan nusantara. "Fungsi badan itu nantinya banyak instansi, tetapi satu komando, tidak seperti sekarang banyak instansi banyak komando," kata Budhi.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) Sjarifuddin Mallarangan meminta pemerintah mempercepat pembentukan badan penjaga pantai dan laut guna mengurangi biaya tinggi.

"Sebagai praktisi pelayaran kami selalu dihadapkan pada pemeriksaan kapal oleh banyak instansi di perairan," katanya.

Oleh karena itu, tutur Sjarifuddin, pihaknya mengharapkan pemerintah menuntaskan pembentukan badan penjaga pantai dan laut, guna memperbaiki koordinasi pemeriksaan sampai penahanan kapal di Indonesia.

Pascapengesahan UU No.17/2008, Sunaryo menargetkan percepatan pembahasan RPP Badan Penjaga Pantai dan Laut yang bertanggung jawab langsung kepada presiden pada pertengahan 2009.

Oleh Hendra Wibawa
Bisnis Indonesia, 18 Juni 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=18-JUN-2009&inw_id=680264

Aturan pemeriksaan kapal disiapkan


Aturan pemeriksaan kapal disiapkan
Dephub akan periksa seluruh kapal secara acak

JAKARTA: Departemen Perhubungan akan memberlakukan aturan uji petik atau pemeriksaan mendadak bagi kapal yang akan berlayar mulai September 2009, guna meminimalisasi kecelakaan akibat lemahnya pengawasan.

Dirjen Perhubungan Laut Dephub Sunaryo mengatakan pengujian yang mencakup pemeriksaan aspek administrasi dan fisik kapal itu diberlakukan menyusul sejumlah kecelakaan kapal yang terjadi baru-baru ini.

Dia memaparkan uji petik dilakukan di tengah pembahasan mengenai kemungkinan penerapan audit keselamatan kapal secara rutin setiap 3 bulan oleh Dephub.

"Uji petik dilakukan secara simultan di bagian barat dan timur perairan Indonesia. Kami sudah menyiapkan dua tim dan kami juga tidak ingin ada peluang sedikit pun yang mendorong terjadinya kecelakaan," katanya kemarin.

Menurut Sunaryo, pelaksanaan uji petik dilakukan berdasarkan skala prioritas, yakni pengujian pada kapal penumpang menjadi prioritas utama, disusul kapal tanker, serta kapal angkutan kargo atau peti kemas.

Dia menegaskan seluruh armada kapal penumpang yang dimiliki oleh perusahaan pelayaran akan diperiksa.

"Semuanya akan kena uji petik. Untuk kapal penumpang tidak ada kompensasi, kami akan lakukan secara ketat. Kalau pengawasan lemah, akan berakibat fatal bagi masyarakat sipil," katanya.

Ketua Umum Indonesia National Shipowners' Association (INSA) Johnson W. Sutjipto mengatakan sebaiknya Dephub meningkatkan kualitas dari sistem pemeriksaan karena ketentuan untuk memperoleh surat izin berlayar (SIB) sebenarnya sudah sesuai dengan aturan internasional.

Selain SIB, lanjutnya, setiap kapal juga harus mendapat surat kelaikan kapal dengan diperlukannya dokumen, seperti keselamatan konstruksi kapal dan keselamatan peralatan di kapal.

"Jadi, menurut hemat kami, yang sebenarnya diperlukan adalah peningkatan kualitas pemeriksaan, bukan kuantitasnya dan intensitasnya," tutur Johnson. Namun, dia mengatakan INSA akan mengikuti apa pun keputusan Dephub, termasuk jika pemerintah menerapkan audit keselamatan kapal 3 bulanan.

"Rencana audit 3 bulanan kami pikir adalah sebuah langkah konsolidasi dari Dephub, karena kecelakaan kapal, akhir-akhir ini. Pada intinya kami mendukung, tetapi harus dilakukan secara acak, karena kalau semuanya ya tidak masuk akal. Di Indonesia, ada sekitar 8.000 kapal dan pasti lama memeriksanya," ungkapnya.

Dephub berencana melakukan audit kapal 3 bulanan, seperti yang dilakukan di dunia penerbangan. Namun, rencana tersebut ditolak oleh kalangan pemilik kapal karena dikhawatirkan menimbulkan biaya baru.

Tidak dibatasi

Sunaryo menambahkan uji petik bagi kapal yang akan berlayar tidak dibatasi dalam periode tertentu dan Dephub akan berupaya agar pengujian itu bisa dilakukan hingga seluruh kapal berbendera Indonesia diperiksa standar keselamatannya.

"Kalau dibatasi, sulit untuk dipastikan kapan selesai karena kan jumlah kapal yang cukup banyak di Indonesia," katanya.

Menurut data Ditjen Perhubungan Laut Dephub, jumlah kapal berbendera Indonesia hingga 31 Mei 2009 sebanyak 8.525 unit, atau meningkat 41,12% sejak pelaksanaan Inpres No.5 Tahun 1995 mengenai pelaksanaan asas cabotage pada 31 Maret 1995.

Sunaryo menuturkan pemeriksaan terhadap seluruh armada kapal perusahaan pelayaran cukup penting dilakukan karena Dephub tidak ingin peristiwa yang dialami oleh PT Prima Vista terulang kembali. (22) (redaksi@ bisnis.co.id)

Bisnis Indonesia, 18 Juni 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=18-JUN-2009&inw_id=680268

June 16, 2009

IMO didesak audit pusat data LRIT


IMO didesak audit pusat data LRIT

JAKARTA: Departemen Perhubungan meminta International Maritime Organization (IMO) segera melakukan audit terhadap fasilitas National Data Center (NDC), menyusul mepetnya tenggat kewajiban implementasi sistem informasi kapal atau long range identification tracking (LRIT).

Menhub Jusman Syafii Djamal mengatakan Dephub sudah mempersiapkan semua fasilitas untuk mendukung implementasi sistem informasi kapal itu dan kini tinggal audit dari IMO guna memperoleh sertifikat LRIT.

Dia memaparkan Dephub dan PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (PANN) Multifinance sudah memiliki pusat data, sehingga siap jika LRIT diterapkan secara penuh paling lambat pada 1 Juli 2009.

"Kami minta agar audit bisa segera dilakukan. Semuanya sudah dipersiapkan, hanya menunggu audit dari IMO. Server alternatif juga sudah ada dari PT PANN," katanya, akhir pekan lalu.

Direktur Utama PT PANN Multifinance Ibnu Wibowo sebelumnya mengatakan pihaknya tidak keberatan jika Dephub menggunakan pusat data milik perusahaannya.

"Sebagai BUMN kami tidak keberatan karena kebutuhannya untuk kepentingan nasional agar kapal Indonesia tidak terganggu berlayar ke luar negeri," ujarnya (Bisnis, 10 Juni).

Menhub menegaskan tidak ada kesengajaan untuk memperlambat pelaksanaan audit fasilitas NDC, karena Indonesia juga duduk sebagai anggota dewan di organisasi negara-negara maritim itu.

Namun, apabila Indonesia belum mendapat sertifikat LRIT paling lambat pada awal bulan depan, ratusan kapal berbendera Merah Putih terancam tidak bisa berlayar ke luar negeri.

LRIT adalah sistem informasi yang menyediakan data tentang identitas, lokasi, serta tanggal dan waktu di mana posisi kapal berada. Regulasi LRIT dimasukkan dalam ketentuan Safety of Life at Sea (SOLAS) Bab V.

Jenis kapal yang termasuk dalam objek LRIT adalah yang melakukan pelayaran luar negeri, termasuk kapal penumpang, kargo, serta pengeboran lepas pantai, yang berbobot 300 GT ke atas.

Sebelumnya, Direktur Kenavigasian Ditjen Perhubungan Laut Dephub Boedhi Setiadjid mengatakan Indonesia sudah mendapat identitas sistem itu dari IMO dengan nama National LRIT Data Centre.

Namun, Sekretaris Ditjen Perhubungan Laut Departemen Perhubungan Bobby R. Mamahit mengakui pelaksanaan audit pusat data Indonesia untuk mendapatkan sertifikat NDC dari IMO kini masih masuk dalam daftar tunggu (waiting list). (22/Hendra Wibawa/Junaidi Halik)

Bisnis Indonesia, 15 Juni 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=15-JUN-2009&inw_id=679534

June 6, 2009

IBM Agility At Scale di Jakarta


IBM Agility At Scale di Jakarta



Bertempat di hotel Mulia, jakarta, pada tangal 04 Juni 2009, IBM software group telah mengadakan A Seminar on Simplifying Software Development Lifecycle - IBM Agility at Scale yang dihadiri oleh para IT profesional dari berbagai perusahaan.

Acara pembukaan dilakukan oleh Bapak Winton selaku Rational Software IBM Specialist - IBM Software Group dan selanjutnya diteruskan oleh para keynote speaker yang telah berpengalaman dari IBM Software.

Adapun event tersebut adalah untuk reduce cost and time to market dengan following software development solution.

Laporan : toramd, srdyono, dan MAA


June 5, 2009

Dephub siapkan 3.000 pelaut per tahun

Dephub siapkan 3.000 pelaut per tahun

JAKARTA: Pemerintah akan meningkatkan jumlah lulusan pelaut menjadi 3.000 orang per tahun untuk memenuhi kebutuhan domestik dan internasional yang cenderung terus meningkat.

Kepala Badan Diklat Perhubungan Departemen Perhubungan Dedi Darmawan mengungkapkan pada tahun ini lembaganya memperoleh anggaran sebesar Rp1,5 triliun untuk meningkatkan kapasitas sekolah pelayaran yang berada di bawah Dephub.

Namun, dia mengharapkan perusahaan pelayaran nasional memperbaiki standar gaji pelaut dan perwira yang kini masih di bawah perusahaan asing guna mencegah mereka bekerja ke kapal asing.

"Perusahaan [pelayaran] juga harus meningkatkan standar salary agar tidak habis oleh perusahaan asing yang memberikan gaji besar. Pemerintah tidak bisa menahan kalau itu terjadi," katanya di sela-sela pelantikan perwira ahli transportasi, kemarin.

Saat ini, ungkapnya, perusahaan pelayaran asing memberikan gaji dan kesejahteraan cukup tinggi dibandingkan dengan pelayaran nasional. Menurut Dedi, sejumlah perusahaan pelayaran nasional meningkatkan gaji dan kesejahteraan, tetapi hanya pelayaran besar. Sementara itu, Indonesia diperkirakan membutuhkan sekitar 2.500 pelaut dengan kategori 2.000 pelaut dan 500 perwira kapal hingga 2011, menyusul pelaksanaan asas cabotage atau kewajiban komoditas domestik diangkut oleh kapal berbendera Indonesia.

Menhub Jusman Syafii Djamal mengatakan tingginya kebutuhan itu karena asas cabotage mewajibkan awak kapal dan tenaga perwira berasal dari dalam negeri.

"Dalam asas cabotage ada syarat perwira pada kapal berbendera dalam negeri diawaki oleh awak Indonesia," katanya.

Menhub menegaskan kebutuhan pelaut dan perwira itu masih mampu dipenuhi dari sekolah pelaut di dalam negeri sesuai dengan kesepakatan seluruh sekolah pelayaran nasional.

Namun, Jusman mengakui banyak tenaga pelaut Indonesia lebih senang bekerja di kapal asing karena standar gaji yang lebih tinggi.

Selain itu, paparnya, pelaut asal Indonesia sangat diminati oleh perusahaan pelayaran asing. "Itu petunjuk bahwa kita punya pusat pelatihan pelaut sudah berstandar internasional."

Menhub menegaskan pihaknya tidak akan membatasi pelaut Indonesia bekerja di kapal asing kendati kebutuhan domestik sangat banyak. (22)

Oleh Hendra Wibawa
Bisnis Indonesia, 05 Juni 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=05-JUN-2009&inw_id=677584

June 2, 2009

Dokumen tunggal pelaut disiapkan

Dokumen tunggal pelaut disiapkan

JAKARTA: Departemen Perhubungan berencana menerbitkan dokumen tunggal atau seaferer identification document (SID) bagi pelaut Indonesia yang bekerja di kapal asing.

Dirjen Perhubungan Laut Dephub Sunaryo mengatakan saat ini instansinya sedang melakukan persiapan teknis sebelum aturan dokumen tunggal bagi pelaut diberlakukan.

"Secara teknis masih terus kami persiapkan, maaf tidak bisa saya jelaskan lebih detail," ujarnya kepada Bisnis, kemarin.

Direktur Kepelautan Ditjen Perhubungan Laut Dephub Indra Priyatna mengungkapkan dokumen tunggal bagi pelaut Indonesia bisa diterbitkan pada bulan depan.

Sementara itu, Ketua Umum Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Hanafi Rustandi mengatakan sejak 28 Mei 2009 semua pelaut yang kapalnya singgah di pelabuhan Amerika Serikat terancam terkena sanksi berupa denda jika tidak memiliki SID atau kartu identitas pelaut yang berlaku secara internasional.

"US Coast Guard [Penjaga Pantai AS] telah mengumumkan denda US$25.000 terhadap pelaut yang tidak mengantongi SID saat singgah di sejumlah pelabuhan negara tersebut," ujarnya, beberapa waktu lalu.

Dia menegaskan mestinya Dephub sudah menerbitkan SID bagi pelaut Indonesia sejak Pemerintah Indonesia meratifikasi konvensi International Labour Organization (ILO) 185.

Menurut data KPI, kini terdapat 25.000 pelaut Indonesia yang bekerja di kapal asing dengan 10.000 orang di antaranya bekerja di kapal Holland American Line (HAL).

Hanafi memproyeksikan devisa yang masuk dari 25.000 pelaut Indonesia yang bekerja di kapal asing itu bisa mencapai US$ 18,75 juta per bulan atau sekitar US$225 juta per tahun, dengan asumsi setiap pelaut mengirimkan rata-rata US$750 per bulan kepada keluarganya di Indonesia. (k1)

Bisnis Indonesia, 02 Juni 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=02-JUN-2009&inw_id=676743

Audit kapal 3 bulanan dikaji


Audit kapal 3 bulanan dikaji
INSA khawatir munculkan biaya baru

JAKARTA: Departemen Perhubungan mengkaji penerapan audit perawatan kapal secara rutin setiap 3 bulan, guna memperketat pengawasan sekaligus meminimalisasi peluang kecelakaan akibat kelalaian manusia.

Menhub Jusman Syafii Djamal mengatakan sebenarnya prosedur dan tata cara untuk mengantisipasi kecelakaan moda transportasi laut sudah diformulasikan dalam surat izin berlayar, tetapi pengawasan di lapangan masih lemah.

"Untuk kapal memang belum ada proses mekanisme audit 3 bulanan. Saya meminta Dirjen Perhubungan Laut Sunaryo, apakah perlu melakukan tindakan yang lebih ketat," katanya kemarin.

Menhub menegaskan setiap kapal juga perlu dievaluasi mengenai penempatan alat keamanan, seperti pelampung karena diketahui penumpang di kelas VIP lebih diistimewakan dibandingkan dengan kelas ekonomi soal ketersediaan rompi keselamatan itu.

"Di KM Mandiri Nusantara yang mengalami kebakaran, pekan lalu, jumlah pelampung mencukupi, tetapi lebih banyak tersedia di VIP," ungkapnya.

Ketua Bidang Organisasi DPP Indonesian National Shipowners' Association (INSA) Paulis Djohan menyatakan tidak setuju apabila Dephub menerapkan sistem audit 3 bulanan.

Menurut dia, Dephub lebih baik memperketat pengawasan dan pemeriksaan kelaikan berlayar kapal yang selama ini sudah diterapkan.

"Pemeriksaan kapal sesuai dengan ketentuan IMO [International Maritime Organization] dan konvensi Solas [Safety of Life at Sea], sudah dijalankan dan kalau mau ya diperketat itu saja. Kami menolak kalau ada audit 3 bulanan karena akan menimbulkan cost baru," katanya.

Tertibkan petugas

Paulis menambahkan Dephub juga seharusnya menertibkan petugas pemeriksa kapal karena diduga ada beberapa aturan yang dilanggar hanya untuk memperlancar operasional.

"Setiap kapal yang akan berangkat dari pelabuhan kan juga diperiksa. Masalahnya, apakah syahbandar melakukan pemeriksaan itu secara detail atau tidak," tegasnya.

Anggota INSA, papar Paulis, akan tetap konsisten mematuhi peraturan sehingga kapal laik berlayar meskipun tidak menutup kemungkinan adanya oknum yang mengabaikan aturan itu.

Sementara itu, terkait dengan terbakarnya KM Mandiri Nusantara, Menhub sudah menugaskan Dirjen Perhubungan Laut Dephub Sunaryo untuk melakukan penyelidikan terhadap implementasi standar operasional PT Prima Vista, selaku pemilik kapal.

"Kapal milik PT Prima Vista sudah dua kali terbakar. Saya sudah meminta Dirjen Perhubungan Laut untuk memeriksa pola kerja dalam pengangkutan. Kok rentan sekali terbakar," katanya.

Pada 2007, KM Titian Nusantara milik PT Prima Vista juga terbakar saat docking di dok II Pelabuhan Cirebon, Jawa Barat. Adapun, KM Mandiri Nusantara terbakar pada Jumat lalu saat melintasi wilayah Pulau Keramean, Jawa Timur.

Jusman mengatakan dugaan sementara kebakaran adalah karena hubungan pendek baterai di mobil yang menyala saat parkir di geladak.

"Sekarang [kemarin] kapal akan ditarik ke Makalembo. Kapal tidak bisa diselamatkan meskipun pemilik mengupayakan diselamatkan dan ditarik ke Surabaya," ungkapnya.

Menhub menambahkan apabila ada pelanggaran standar operasional, Dephub akan mengkaji ulang izin operasional PT Prima Vista. Dia mengakui kecelakaan yang terjadi lebih banyak karena faktor kelalaian manusia dan kurangnya pengawasan. (22) (redaksi@bisnis.co.id)

Bisnis Indonesia, 02 Juni 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=02-JUN-2009&inw_id=676741