August 5, 2009

Regulator Juga Harus Diaudit


Regulator Juga Harus Diaudit


Yogyakarta, Kompas - Audit kapal laut oleh pemerintah tiga bulan sekali dinilai tidak tepat. Audit seharusnya juga dilakukan terhadap aparat pemerintah yang mengelola pelayaran.

Apalagi, selama ini kecelakaan yang terjadi sebagian besar karena kegagalan sistem. Selain itu, audit terhadap kapal juga setidaknya telah dilakukan setahun sekali oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI).

”Kapal feri dan kapal penumpang selama ini telah disurvei. Bila pemerintah ingin meningkatkan keselamatan di laut, lebih tepat mengaudit kapal kargo dan kapal penumpang yang belum masuk klas BKI ataupun kapal pelayaran rakyat,” kata Wakil Ketua Umum Indonesian Ferry Companies Association (IFA) Bambang Harjo, Minggu (2/8) di Yogyakarta.

Menurut Bambang, Asosiasi Perusahaan Pelayaran di Indonesia (Indonesia National Shipowner’s Association/INSA) membawahi 8.500 kapal. Sekitar 25 persen dari jumlah kapal itu belum masuk klas BKI.

Adapun kapal penumpang dan kargo yang tergolong pelayaran rakyat hanya 20 persen yang terdaftar dalam klas BKI.

Alasan lain tidak diperlukannya audit per tiga bulan, kata Bambang, karena setiap kali kapal akan berlayar, Administratur Pelabuhan mengeluarkan surat izin berlayar (SIB).

”SIB dikeluarkan dengan mempertimbangkan kelaikan berlayar. SIB sama saja dengan audit tiap hari, atau buat feri berarti audit tiap rit penyeberangan,” ujar Bambang.

Selain itu, tiap tahun ada pemeriksaan, antara lain, terhadap konstruksi badan kapal, mesin, dan garis muat. Ini diperiksa rutin saat naik dok oleh BKI. Dari pemeriksaan ini ada tiga sertifikat.

Adapun Marine Inspector dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut mengaudit sisi nautis, teknis, dan radio. Audit ini dimaksudkan untuk memperoleh Sertifikat Kesempurnaan.

Menanggapi hal itu, Sekretaris Ditjen Perhubungan Laut Departemen Perhubungan Bobby R Mamahit menyatakan, audit tiga bulanan tak hanya melihat persoalan teknis, tetapi juga kemampuan manajemen perusahaan.

”Minggu depan, sudah ada hasilnya. Momentumnya pas, sebelum masa angkutan Lebaran,” katanya.

Dijelaskan, audit dilakukan secara acak. ”Kami mengaudit kapal secara random. Misalkan di Bakauheni, sudah bagus bila diaudit 2-3 kapal,” kata Bobby.

Di lintas Merak-Bakauheni, saat penyeberangan padat, sekitar 25 kapal feri yang dioperasikan.

Audit regulator

Bambang berpendapat, bila pemerintah serius ingin meningkatkan keselamatan angkutan laut, audit juga harus diterapkan bagi regulator sebagai pengawas.

”Bila sampai kapal berlayar dengan muatan lebih lalu celaka, artinya mungkin ada kontribusi kesalahan regulator yang menerbitkan SIB,” kata Bambang.

Audit terhadap regulator, menurut Bambang, seharusnya dikerjakan badan yang independen, bukan oleh pemerintah.

Sementara itu, bila terjadi kecelakaan angkutan laut di pelabuhan, bisa jadi karena pengelola pelabuhan tak menjalankan fungsi, antara lain, tidak menjaga kedalaman alur pelayaran, atau mensterilkan pelabuhan.

Bambang menjelaskan, 70 persen kecelakaan laut disebabkan kesalahan manusia. Oleh karena itu, tidak tertutup kemungkinan ada kegagalan dalam pendidikan di sekolah pelayaran.

Persoalan lain yang harus dicermati adalah keandalan tim search and rescue (SAR). ”Andai tim SAR kita sangat kompeten, tak perlu jatuh korban terlalu banyak. Meskipun ada pelampung, tentu ada keterbatasan penumpang menyelamatkan diri,” ujarnya. (RYO)

Kompas, 03 Agustus 2009

http://koran.kompas.com/read/xml/2009/08/03/03330113/Regulator.Juga.Harus.Diaudit

No comments:

Post a Comment