August 24, 2009

21 BUMN belum ikut jamsostek


21 BUMN belum ikut jamsostek
PLN menganggap sebagai beban

JAKARTA: Sedikitnya 21 badan usaha milik negara (BUMN) dari 170 perusahaan yang ada di lingkungan BUMN sama sekali belum mengikuti program jaminan sosial untuk melindungi tenaga kerja.

Direktur Utama PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) Persero Hotbonar Sinaga menyatakan dari 149 perusahaan di BUMN yang sudah mendaftar sebagai peserta jaminan sosial ini ternyata masih banyak yang menunggak iuran dan perusahaan melakukan daftar sebagian (PDS), baik upah, tenaga kerja, maupun program yang ada.

“Banyak alasan dan permasalahan yang menyebabkan belum semua BUMN yang jelas-jelas milik pemerintah mengikutsertakan pekerja sebagai peserta Jamsostek, padahal peraturan perundangannya sudah jelas,” ungkapnya akhir pekan lalu.

Dia menjelaskan BUMN yang belum mendaftar sebagai peserta Jamsostek karena sudah memberikan program perlindungan terhadap pekerjanya dengan dikelola sendiri dan juga melalui asuransi swasta.

Bahkan, lanjutnya, ada anggapan bahwa BUMN sebagai perusahaan milik negara tidak perlu tunduk pada peraturan ketenagakerjaan, termasuk peraturan tentang jaminan sosial, meski berlaku secara nasional.

“Dalam UU No. 3/1992 tentang Jamsostek sudah jelas disebutkan program ini kepesertaannya bersifat wajib dan diselenggarakan oleh PT Jamsostek dan jika perusahaan atau BUMN memiliki plan yang sama, harus dilakukan penyesuaian atau integrasi,” tuturnya.

Apabila plan atau kerja sama yang dilakukan BUMN dengan asuransi swasta mempunyai manfaat yang lebih baik dibandingkan dengan penyelenggaraan Jamsostek, Hotbonar menambahkan, manfaat yang diterima oleh karyawan tidak boleh dikurangi.

Beban PLN

Dia mencontohkan BUMN yang belum mengikuti program Jamsostek adalah Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan alasan sudah mengikuti program lain dan belum dianggarkan untuk pembayaran iuran Jamsostek.

“Manajemen PLN juga menganggap pembayaran premi kepada Jamsostek merupakan sebuah beban terhadap biaya pekerja dan bukan merupakan upaya perlindungan kepada pekerja yang sekaligus meningkatkan produktivitas di dalam bekerja,” ungkapnya.

Mengenai produktivitas pekerja, Kasis Iskandar ahli asuransi kesehatan, mengakui memiliki satu pendorong yakni adanya jaminan atas risiko sakit yang apabila menimpa dirinya ataupun keluarganya, baik secara aktif bekerja maupun pascakerja, akan membuat pekerja menjadi tenteram sepanjang masa.

“Bahkan, jika tidak diterapkan sistem jaminan sosial, seperti sistem jaminan pemeliharaan kesehatan yang memadai dapat membengkaknya biaya dari tahun ke tahun yang melebihi angka inflasi, sehingga merugikan pekerja dan keluarganya,” paparnya dalam seminar serikat pekerja BUMN, pekan lalu.

Iskandar menuturkan sebagian besar BUMN melakukan pengelolaan pemeliharaan kesehatan karyawan mereka tidak diserahkan kepada pihak ketiga, tetapi dikelola sendiri dengan bervariasi sistem pemberian jaminan.

“Ada BUMN yang memberikan jaminan kesehatan dalam bentuk tunai, ada yang dalam bentuk penggantian sesuai kuitansi dan juga sebagian membentuk yayasan berdasarkan asuransi sosial atau komersial,” ungkapnya. (rochmat.fitriana@bisnis.co.id)

Oleh R. Fitriana
Bisnis Indonesia, 24 Agustus 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=24-AUG-2009&inw_id=691689

No comments:

Post a Comment