October 13, 2009

Kapal Marisa masih docking


TRANSIT

Kapal Marisa masih docking


LHOKSEUMAWE: Kapal Marisa milik Pemerintah Kabupaten Aceh Utara belum beroperasi karena masih dalam perbaikan (docking) di Pelabuhan Belawan Medan sejak Januari lalu.

Amsidar, aktivis Port Watch Aceh, menegaskan Pemkab Aceh Utara harus memberikan informasi kepada publik mengenai keberadaan kapal yang dibeli dari dana APBD itu.

"Harusnya ada penjelasan sejauh mana pengurusan kapal itu. Kalau sedang naik dok, dijelaskan sejauh mana pengurusannya sehingga publik mengetahui kondisi itu," katanya akhir pekan lalu.

Deliansjah, Direktur Umum Perusahan Daerah Bina Usaha, operator kapal Marisa, mengatakan kapal tersebut sedang dalam perawatan rutin di Pelabuhan Belawan yang menurut jadwal, sudah selesai menjalani dok pada pekan ini. (Bisnis/k50)

Bisnis Indonesia, 13 Oktober 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=13-OCT-2009&inw_id=698799

4 Perusahaan pelayaran gulung tikar


4 Perusahaan pelayaran gulung tikar
Angkutan hasil hutan merosot

JAKARTA: Kabar kurang sedap menerpa usaha pelayaran nasional. Sedikitnya empat perusahaan pelayaran yang beroperasi di Provinsi Riau gulung tikar akibat kelangkaan muatan, terutama produk olahan kayu.

Kelangkaan muatan juga mendorong sejumlah perusahaan pelayaran menutup kantor cabang di Pekanbaru, ibu kota Riau. Akibatnya 28 unit kapal dari berbagai ukuran terpaksa dijual guna menutupi kerugian perseroan.

Ketua DPC Indonesian National Shipowners' Association (INSA) Pekanbaru Aliaman Siregar mengatakan pihaknya mencatat empat perusahaan pelayaran berhenti beroperasi menyusul anjloknya produksi industri kayu lapis (plywood) di provinsi kaya minyak tersebut.

Kondisi itu terjadi sejak pemerintah memperketat regulasi pengolahan hasil hutan sehingga industri kayu lapis di Riau dilanda krisis bahan baku.

"Imbas buruknya menimpa sektor pelayaran," katanya kepada Bisnis kemarin.

Berdasarkan data INSA Pekanbaru, keempat perusahaan pelayaran yang gulung tikar adalah PT Wiras Perdana Line, PT Jalatika Marina Shipping Line, PT Keasin Line, dan PT Mustika Andalas.

PT Wiras Perdana Line merupakan perusahaan yang masih satu payung dengan PT Surya Dumai Group, perusahaan raksasa plywood di Riau, sedangkan PT Keasin Line masih satu induk dengan PT Siak Raya Timber.

Kapal milik kedua perusahaan tersebut selama ini mengandalkan muatan produk dari industri kayu lapis. Namun, sejak 2005 produk industri pengolahan kayu terus merosot sehingga perusahaan tersebut kehilangan muatan dan pada akhirnya tutup.

PT Mustika Andalas selama ini mengandalkan muatan komoditas kayu olahan dari Riau untuk diekspor ke Singapura dan Malaysia sebelum ditutup akibat merosotnya produksi kayu.

Adapun PT Jalatika Marina Shipping Line yang didukung lima unit kapal bergerak di sektor kargo umum, sebelum akhirnya berhenti beroperasi karena muatan dari daerah itu semakin merosot.

Wakil Sekretaris INSA Pekanbaru Marwan menjelaskan pemilik empat perusahaan itu memilih menutup usaha dan beralih ke sektor lain daripada harus menanggung kerugian yang semakin besar.

Untuk menutupi kerugian akibat sepinya muatan, keempat perusahaan itu terpaksa menjual armada.

Dia menjelaskan perusahaan pelayaran yang mampu bertahan hingga saat ini sebagian besar mengandalkan transportasi produk industri pulp dan kertas, angkutan kontainer, dan kebutuhan pokok.

Ketua DPP INSA Johnson W. Sutjipto saat dihubungi Bisnis mengatakan organisasinya akan mengecek kembali soal empat perusahaan pelayaran yang gulung tikar tersebut.

Muatan alternatif

Aliaman menjelaskan hingga saat ini perusahaan pelayaran di Riau masih kesulitan mencari muatan alternatif sehingga sebagian kapal terpaksa mencari muatan ke daerah lain di Indonesia atau memilih berhenti operasi.

Akibatnya, perusahaan pelayaran di Riau yang terancam gulung tikar berupaya mencari muatan produk lain karena produksi kayu lapis nasional, terutama di Riau dan Kalimantan, anjlok.

Dia menambahkan perusahaan yang bangkrut tersebut mengandalkan muatan komoditas kayu olahan, terutama untuk angkutan ekspor. "Namun, sejak 2005, produk kayu lapis anjlok sehingga muatan turun drastis," ujarnya. (tularji@bisnis.co.id)

Oleh Tularji
Bisnis Indonesia, 13 Oktober 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=13-OCT-2009&inw_id=698796

October 5, 2009

Pelayaran Nigeria jajaki kerja sama dengan Indonesia


Pelayaran Nigeria jajaki kerja sama dengan Indonesia

JAKARTA: Sejumlah perusahaan pelayaran Nigeria yang tergabung di dalam Indigenous Shipowners Association of Nigerian (ISAN) menjajaki kerja sama dengan pelayaran Indonesia.

Ketua Dewan Pengurus Pusat Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Johnson W. Sutjipto mengatakan organisasinya dan ISAN akan melakukan pertemuan di Jakarta di sela-sela pameran maritim yang dibuka besok.

“Perusahaan pelayaran Nigeria dan Indonesia akan bertukar pandangan mengenai potensi usaha di tiap-tiap negara. Kami membuka peluang untuk bekerja sama dalam investasi di sektor angkutan lepas pantai,” katanya kepada Bisnis kemarin.

Johnson menambahkan INSA akan memaparkan soal kesuksesan pemerintah dan pelayaran nasional dalam melaksanakan roadmap asas cabotage (angkutan komoditas dalam negeri wajib dilaksanakan oleh kapal berbendera Indonesia).

Menurut dia, pangsa pasar sektor angkutan lepas pantai di Indonesia masih menjanjikan, menyusul diterapkannya asas cabotage paling lambat 1 Januari 2011. “Oleh karena itu, Indonesia tetap membuka diri untuk investasi asing,” katanya.

Namun, dia menegaskan pelayaran nasional kemungkinan sangat kecil untuk menggarap pasar di Nigeria, khususnya di sektor angkutan minyak dan gas, karena potensi pasar domestik masih besar.

“Kalau pengusaha Indonesia lari ke sana [Nigeria], tidak sempat. Di Nigeria memang banyak pengeboran minyak sehingga butuh banyak kapal, tetapi di Indonesia banyak proyek besar sehingga pelayaran fokus pada pasar dalam negeri hingga 2011.”

80 Perusahaan

Sejumlah perusahaan pelayaran Nigeria dipastikan menghadiri acara coctail evening di sela-sela pameran sektor kemaritiman pertama yang bertajuk Indonesia Maritime Expo 2009.

Pameran yang digelar PT Panorama Convex Indah diikuti 80 perusahaan nasional dan internasional, antara lain PT Pertamina, International Paint, Jotun, Wartsilla, Ing Marine, dan Weichai.

Project Manager Indonesia Maritime Expo PT Panorama Convex Indah Mira Virgona mengatakan penyelenggaraan pameran diharapkan mampu menyatukan pelaku bisnis di sektor maritim.

Menurut dia, para pengembang teknologi perkapalan termutakhir dapat berinteraksi langsung dengan calon pembeli melalui pameran itu. “Selain pameran, juga ada business function, yakni Indonesia Maritime Forum dan coctail evening,” katanya.

Indonesia Maritime Expo merupakan pameran yang menampilkan beragam teknologi dan industri kelautan terbaru di Indonesia dan digelar bertepatan dengan pencanangan 2009 sebagai tahun maritim oleh pemerintah.

Senior Exhibition Manager PT Panorama Convex Indah Niekke W. Budiman menambahkan kendati jumlah perusahaan masih sedikit, pihaknya optimistis pameran kali ini bakal ramai pengunjung.

“Kendati pesertanya masih terbilang kecil, kami harapkan Indonesia Maritime Expo 2009 dapat menjadi tolok ukur untuk melihat perkembangan industri maritim di Indonesia,” ujarnya.

Oleh Tularji
Bisnis Indonesi, 02 Oktober 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=02-OCT-2009&inw_id=697166

Muatan tongkang domestik stabil


Muatan tongkang domestik stabil

JAKARTA: Muatan kapal tongkang di dalam negeri tetap stabil kendati 50 kapal berbendera Indonesia yang semula menggarap muatan luar negeri kembali masuk ke pasar angkutan batu bara domestik.

Ketua Bidang Angkutan Tongkang dan Tug Boat DPP Indonesian National Shipowners' Association (INSA) Teddy Yusaldi meyakini beroperasinya pembangkit baru akan meningkatkan permintaan konsumsi batu bara di dalam negeri.

Dia menjelaskan kenaikan pasokan batu bara setelah pembangkit listrik baru, seperti di Pacitan, Indramayu, dan Rembang beroperasi, mampu meredam potensi kelebihan armada, khususnya tongkang di Tanah Air.

“Sebagian besar tongkang berbendera Merah Putih yang kembali ke pasar domestik itu langsung menggarap angkutan batu bara ke pembangkit listrik baru. Oleh karena itu, muatan tongkang masih normal kendati ada tambahan armada hingga 50 unit,” katanya kepada Bisnis, kemarin.

Dia memastikan 50 kapal tongkang milik perusahaan pelayaran nasional itu sudah berada di perairan Indonesia, menyusul kebijakan Pemerintah Singapura mengeluarkan regulasi yang membatasi impor pasir dari Vietnam dan Kamboja.

“Kebijakan itu berpotensi menghilangkan muatan tongkang sehingga kapal-kapal berbendera Indonesia di negara itu terancam berhenti beroperasi. Daripada merugi akhirnya dipilih kembali ke Indonesia.”

Awalnya, Teddy memperkirakan kembalinya 50 kapal tongkang ke pasar domestik bakal berpengaruh terhadap ketersediaan kapal pengangkut batu bara di dalam negeri sehingga berpotensi melebihi kebutuhan.

Untuk mengatasinya, INSA meminta Dephub segera menutup pemberian izin permohonan pemakaian kapal asing (PPKA) tanpa menunggu tenggat asas cabotage untuk angkutan batu bara pada 1 Januari 2010.

Ganti bendera

Ketua DPP INSA Johnson W. Sutjipto mengatakan proses pergantian bendera kapal angkutan batu bara asing ke dalam negeri terus berlangsung hingga batas akhir penerapan asas cabotage pada 1 Januari 2010.

Dia menjelaskan saat ini sejumlah perusahaan masih mengoperasikan kapal berbendera asing, tetapi INSA terus membantu mereka untuk melakukan proses pergantian bendera.

Teddy menambahkan penambahan kapal tongkang dalam 3 tahun terakhir naik secara signifikan karena permintaan pengiriman kargo di dalam negeri, terutama komoditas batu bara naik rata-rata 20% per tahun.

Oleh Tularji
Bisnis Indonesia, 02 Oktober 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=02-OCT-2009&inw_id=697165

INSA diminta sediakan kapal lepas pantai


INSA diminta sediakan kapal lepas pantai


JAKARTA: Perusahaan pelayaran nasional yang tergabung di dalam Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) diminta menjamin ketersediaan kapal berbendera Indonesia untuk mendukung kegiatan pengeboran minyak di laut.

Permintaan itu terungkap dalam acara sosialisasi asas cabotage (komoditas domestik wajib diangkut oleh kapal berbendera Indonesia) yang digelar oleh Departemen Perhubungan, baru-baru ini. Pertemuan itu dihadiri oleh sejumlah pengurus Asosiasi Pemboran Minyak dan Gas Bumi Indonesia (APMI) dan INSA.

Dalam pertemuan itu, APMI menyampaikan rencana mereka hingga 2011 terkait dengan eksplorasi minyak dan kemungkinan pembangunan anjungan baru yang membutuhkan kapal nasional.

Selain itu, operator pengeboran migas itu menyampaikan tipe-tipe kapal yang dibutuhkan, sedangkan Dephub meminta agar mereka mau melakukan pergantian bendera dari asing menjadi Merah Putih.

Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan DPP INSA Paulis A. Djohan yang hadir dalam pertemuan itu membenarkan APMI meminta INSA memberikan jaminan ketersediaan armada nasional untuk mendukung kegiatan pengeboran di laut.

Namun, menurut dia, organisasinya tidak bisa memberikan jaminan penuh ketersediaan armada berbendera Merah Putih karena tenggat penerapan asas cabotage sudah hampir berakhir.

“Komitmen INSA terhadap APMI adalah membantu mereka menyukseskan pemenuhan ketentuan roadmap asas cabotage di sektor off shore paling lambat 1 Januari 2011. INSA siap membantu apa pun kesulitannya,” katanya kepada Bisnis, baru-baru ini.

Direktur Lalu Lintas Angkutan Laut Dephub Leon Muhamad mengakui APMI meminta pelayaran nasional menyediakan kapal berbendera Merah Putih untuk mendukung kegiatan pengeboran migas di laut.

“Mereka [APMI] meminta INSA agar pada saat pemasangan peralatan pengeboran di laut tidak sampai memicu adanya masalah, terutama soal ketersediaan armada berbendera Merah Putih,” katanya.

Komitmen APMI

Leon mengungkapkan Dephub juga telah menerima komitmen APMI yang mendukung roadmap asas cabotage dan siap melakukan pergantian kapal dari mayoritas berbendera asing ke dalam negeri.

Terkait pergantian itu, paparnya, INSA diminta mencarikan kapal pendukung operasional anjungan sehingga pada saat pemasangan, ketersediaan armada berbendera Merah Putih mencukupi.

“Mereka [APMI] mengharapkan saat pemasangan anjungan di laut, INSA membantu menyediakan armada berbendera Merah Putih sesuai dengan yang dipersyaratkan di dalam roadmap asas cabotage,” katanya.

Oleh Tularji
Bisnis Indonesia, 05 Oktober 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=05-OCT-2009&inw_id=697438