August 28, 2009

Meneg BUMN diingatkan soal jamsostek


Meneg BUMN diingatkan soal jamsostek

JAKARTA: Menakertrans Erman Suparno mengingatkan Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil tentang masih banyaknya badan usaha milik negara (BUMN) yang belum mengikutsertakan karyawan mereka dalam program jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek).

Menakertrans mengirimkan surat pemberitahuan kepada Meneg BUMN tentang keharusan perusahaan yang berstatus BUMN untuk menaati Undang-undang No. 3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Hingga saat ini, sebanyak 21 dari 170 BUMN yang ada, belum mendaftarkan karyawannya sebagai peserta program jamsostek. Selain itu, sebanyak 149 BUMN yang sudah mengikuti program tersebut, menunggak iuran kesertaan.

“Saya sudah membuat surat pemberitahuan kepada Meneg BUMN yang isinya menjelaskan bahwa pelaksanaan jamsostek ada undang-undangnya. Namun, [surat] itu sebatas mengingatkan,” ujar Menakertrans seusai pelantikan pejabat eselon II di lingkungan Depnakertrans, Rabu malam.

Surat yang dikirim beberapa waktu lalu itu, menurut Erman, dimaksudkan agar BUMN tidak termasuk dalam kategori pelanggar undang-undang yang ada.

Sebelumnya, Meneg BUMN menyatakan tidak ada keharusan bagi karyawan BUMN untuk mengikuti progam jamsostek, apalagi sejumlah badan usaha itu telah memperoleh manfaat pensiun karyawan yang lebih baik dibandingkan dengan jamsostek.

Sebagian BUMN kini membayar kewajiban iuran jaminan sosial sekitar 17%-20% dari gaji yang diterima karyawan atau lebih tinggi dibandingkan dengan iuran jamsostek yang ditetapkan sebesar 12% dari gaji karyawan.

Direktur Utama PT Jamsostek Hotbonar Sinaga menilai ada banyak alasan yang menyebabkan sejumlah BUMN tidak mengikutsertakan pekerjanya sebagai peserta program jamsostek.

“Saat ini, ada BUMN yang sudah memberikan dan mengelola sendiri program perlindungan terhadap pekerjanya dan ada yang menggunakan asuransi swasta.”

Selain itu, ada juga anggapan bahwa BUMN, sebagai perusahaan milik negara, tidak perlu tunduk kepada peraturan ketenagakerjaan, termasuk peraturan tentang jaminan sosial.

Oleh R. Fitriana
Bisnis Indonesia, 28 Agustus 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=28-AUG-2009&inw_id=692708

593 Kapal laut disiapkan


593 Kapal laut disiapkan

JAKARTA: Jumlah kapal laut yang disiapkan untuk mengangkut penumpang pada Lebaran tahun ini sebanyak 593 unit dengan kapasitas angkut mencapai 3 juta orang.

Data Ditjen Perhubungan Laut Departemen Perhubungan menyebutkan sebenarnya potensi armada angkutan laut pada Lebaran tahun ini yang beroperasi pada H-15 sampai H+15 sebanyak 725 unit dengan kapasitas angkut 3.193.561 orang.

Potensi itu berdasarkan armada yang dimiliki oleh PT Pelni 28 unit dengan kemampuan angkut 1,1 juta orang, armada perintis 58 unit dengan kapasitas angkut 39.765 orang, dan kapal roll on-roll off (roro) swasta 21 unit yang dimiliki oleh Dharma Lautan Nusantara dan Prima Vista dengan total kapasitas 399.197 orang. (Bisnis/k1)

Bisnis Indonesia, 28 Agustus 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=28-AUG-2009&inw_id=692703

Pembiayaan kapal RI andalkan asing


Pembiayaan kapal RI andalkan asing

JAKARTA: Perusahaan pelayaran nasional masih mengandalkan pembiayaan dari perbankan luar negeri untuk pengadaan armada berbendera Indonesia karena tingginya perbedaan suku bunga dengan bank di dalam negeri.

Ketua Bidang Kerja sama dan Hubungan Luar Negeri Dewan Pengurus Pusat Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Djoni Sutji mengatakan pelayaran nasional bisa mendapatkan pembiayaan dari asing dengan bunga sangat rendah.

Dia mengungkapkan organisasinya mencatat perbedaan bunga kredit yang dikucurkan oleh perbankan nasional dengan asing untuk sektor pelayaran di dalam negeri berkisar 8%-9%.

“Perbankan nasional baru bisa memberikan pembiayaan dengan bunga 13,5%, kendati BI Rate telah turun ke level 6,5%. Bahkan, masih ada bank yang memberikan kredit dengan bunga 16%-18%,” katanya kepada Bisnis kemarin.

Djoni memaparkan perbankan Singapura, Jerman, dan Jepang bersedia mengucurkan kredit ke sektor pelayaran nasional dengan bunga antara 6% dan 7% per tahun atau jauh lebih rendah dibandingkan dengan bunga perbankan nasional.

Namun, menurutnya, lembaga pembiayaan asing masih takut mengucurkan kredit pengadaan armada berbendera Merah Putih yang beroperasi di perairan Indonesia karena pemerintah belum meratifikasi asas penahanan kapal atau arrest of ship.

“Mereka menilai risiko membiayai armada berbendera Merah Putih masih tinggi karena jika terjadi gagal bayar, perbankan tidak bisa melakukan penahanan terhadap kapal yang beroperasi di perairan Indonesia,” katanya.

Baru-baru ini, INSA mengungkapkan pembiayaan pengadaan kapal milik 10 perusahaan pelayaran nasional yang bersumber dari lembaga keuangan Singapura, Malaysia, dan Jerman tertunda karena Indonesia belum meratifikasi asas arrest of ship.

Oleh Tularji
Bisnis Indonesia, 28 Agustus 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=28-AUG-2009&inw_id=692702

August 26, 2009

Asal Mula THR (Tunjangan Hari Raya)


Asal Mula THR (Tunjangan Hari Raya)
Mengapa THR itu hak karyawan …..?????

Sambil menunggu THR…, berikut sekilas tentang asal muasal THR.:)
Mengapa THR menjadi hak karyawan?

Misalkan Gaji per-bulan :Rp. 5 Juta
Maka Gaji per-minggu :Rp. 1,25 Juta.
(Sebulan Ada 4 Minggu, sehingga 5 Juta dibagi 4 = 1.25 juta)

Dalam setahun Ada 52 minggu.

Gaji 1 tahun = Gaji 52 minggu = 52 x 1,25 juta = Rp. 65.000.000
Gaji 1 tahun = 12 bulan x 5 Juta = Rp. 60.000.000
Selisih = Rp 5.000.000

Ternyata Ada selisih Rp. 5.000.000,- Inilah yang disebut THR! atau gaji ke-13.

Makanya, jangan GE-ER dulu bila memperoleh THR…, itu memang uang Kita sendir.


source :
http://www.kikil.org/forum/Thread-asal-mula-thr-tunjangan-hari-raya

August 25, 2009

STIP fokus ke logistik kelautan


TRANSIT

STIP fokus ke logistik kelautan

JAKARTA: Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Marunda akan fokus pada pendidikan logistik kelautan atau maritime logistic, menyusul tren perkembangan dunia pelayaran ke sektor tersebut.

“Tren dunia sekarang adalah soal logistik, sehingga kami akan fokus ke sana. Langkah itu akan ditindaklanjuti dengan membuka program magister pelayaran. Kami akan buka dalam dua konsentrasi, yaitu port and shipping management dan maritime safety and environmental protection,” kata Ketua STIP Yan Risuandi kemarin. (Bisnis/ray)

Bisnis Indonesia, 25 Agustus 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=25-AUG-2009&inw_id=691930

Sampit butuh tambahan kapal


MULTIMODA

Sampit butuh tambahan kapal

SAMPIT, Kalteng: Administrator Pelabuhan Sampit, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, mengusulkan penambahan kapal untuk mengantisipasi lonjakan arus penumpang menjelang Lebaran.

"Pengelola pelayaran agar menambah armada kapal, sebab berdasarkan pangalaman, mendekati Lebaran akan terjadi peningkatan jumlah penumpang hingga 15%," kata Kepala Adpel Sampit Sunanto kemarin.

Menurut dia, penambahan kapal itu diharapkan direalisasikan pada H-7 Lebaran.

Saat ini, enam kapal melayani rute ke Pelabuhan Sampit, yakni KM Lauser, KM Awu, KM Lawit, KM Binaiya, KM Dharma Ferry II, dan KM Kirana. (Antara)

Bisnis Indonesia, 25 Agustus 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=25-AUG-2009&inw_id=691926

August 24, 2009

21 BUMN belum ikut jamsostek


21 BUMN belum ikut jamsostek
PLN menganggap sebagai beban

JAKARTA: Sedikitnya 21 badan usaha milik negara (BUMN) dari 170 perusahaan yang ada di lingkungan BUMN sama sekali belum mengikuti program jaminan sosial untuk melindungi tenaga kerja.

Direktur Utama PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) Persero Hotbonar Sinaga menyatakan dari 149 perusahaan di BUMN yang sudah mendaftar sebagai peserta jaminan sosial ini ternyata masih banyak yang menunggak iuran dan perusahaan melakukan daftar sebagian (PDS), baik upah, tenaga kerja, maupun program yang ada.

“Banyak alasan dan permasalahan yang menyebabkan belum semua BUMN yang jelas-jelas milik pemerintah mengikutsertakan pekerja sebagai peserta Jamsostek, padahal peraturan perundangannya sudah jelas,” ungkapnya akhir pekan lalu.

Dia menjelaskan BUMN yang belum mendaftar sebagai peserta Jamsostek karena sudah memberikan program perlindungan terhadap pekerjanya dengan dikelola sendiri dan juga melalui asuransi swasta.

Bahkan, lanjutnya, ada anggapan bahwa BUMN sebagai perusahaan milik negara tidak perlu tunduk pada peraturan ketenagakerjaan, termasuk peraturan tentang jaminan sosial, meski berlaku secara nasional.

“Dalam UU No. 3/1992 tentang Jamsostek sudah jelas disebutkan program ini kepesertaannya bersifat wajib dan diselenggarakan oleh PT Jamsostek dan jika perusahaan atau BUMN memiliki plan yang sama, harus dilakukan penyesuaian atau integrasi,” tuturnya.

Apabila plan atau kerja sama yang dilakukan BUMN dengan asuransi swasta mempunyai manfaat yang lebih baik dibandingkan dengan penyelenggaraan Jamsostek, Hotbonar menambahkan, manfaat yang diterima oleh karyawan tidak boleh dikurangi.

Beban PLN

Dia mencontohkan BUMN yang belum mengikuti program Jamsostek adalah Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan alasan sudah mengikuti program lain dan belum dianggarkan untuk pembayaran iuran Jamsostek.

“Manajemen PLN juga menganggap pembayaran premi kepada Jamsostek merupakan sebuah beban terhadap biaya pekerja dan bukan merupakan upaya perlindungan kepada pekerja yang sekaligus meningkatkan produktivitas di dalam bekerja,” ungkapnya.

Mengenai produktivitas pekerja, Kasis Iskandar ahli asuransi kesehatan, mengakui memiliki satu pendorong yakni adanya jaminan atas risiko sakit yang apabila menimpa dirinya ataupun keluarganya, baik secara aktif bekerja maupun pascakerja, akan membuat pekerja menjadi tenteram sepanjang masa.

“Bahkan, jika tidak diterapkan sistem jaminan sosial, seperti sistem jaminan pemeliharaan kesehatan yang memadai dapat membengkaknya biaya dari tahun ke tahun yang melebihi angka inflasi, sehingga merugikan pekerja dan keluarganya,” paparnya dalam seminar serikat pekerja BUMN, pekan lalu.

Iskandar menuturkan sebagian besar BUMN melakukan pengelolaan pemeliharaan kesehatan karyawan mereka tidak diserahkan kepada pihak ketiga, tetapi dikelola sendiri dengan bervariasi sistem pemberian jaminan.

“Ada BUMN yang memberikan jaminan kesehatan dalam bentuk tunai, ada yang dalam bentuk penggantian sesuai kuitansi dan juga sebagian membentuk yayasan berdasarkan asuransi sosial atau komersial,” ungkapnya. (rochmat.fitriana@bisnis.co.id)

Oleh R. Fitriana
Bisnis Indonesia, 24 Agustus 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=24-AUG-2009&inw_id=691689

21 BUMN belum ikut jamsostek

21 BUMN belum ikut jamsostek
PLN menganggap sebagai beban

JAKARTA: Sedikitnya 21 badan usaha milik negara (BUMN) dari 170 perusahaan yang ada di lingkungan BUMN sama sekali belum mengikuti program jaminan sosial untuk melindungi tenaga kerja.

Direktur Utama PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) Persero Hotbonar Sinaga menyatakan dari 149 perusahaan di BUMN yang sudah mendaftar sebagai peserta jaminan sosial ini ternyata masih banyak yang menunggak iuran dan perusahaan melakukan daftar sebagian (PDS), baik upah, tenaga kerja, maupun program yang ada.

“Banyak alasan dan permasalahan yang menyebabkan belum semua BUMN yang jelas-jelas milik pemerintah mengikutsertakan pekerja sebagai peserta Jamsostek, padahal peraturan perundangannya sudah jelas,” ungkapnya akhir pekan lalu.

Dia menjelaskan BUMN yang belum mendaftar sebagai peserta Jamsostek karena sudah memberikan program perlindungan terhadap pekerjanya dengan dikelola sendiri dan juga melalui asuransi swasta.

Bahkan, lanjutnya, ada anggapan bahwa BUMN sebagai perusahaan milik negara tidak perlu tunduk pada peraturan ketenagakerjaan, termasuk peraturan tentang jaminan sosial, meski berlaku secara nasional.

“Dalam UU No. 3/1992 tentang Jamsostek sudah jelas disebutkan program ini kepesertaannya bersifat wajib dan diselenggarakan oleh PT Jamsostek dan jika perusahaan atau BUMN memiliki plan yang sama, harus dilakukan penyesuaian atau integrasi,” tuturnya.

Apabila plan atau kerja sama yang dilakukan BUMN dengan asuransi swasta mempunyai manfaat yang lebih baik dibandingkan dengan penyelenggaraan Jamsostek, Hotbonar menambahkan, manfaat yang diterima oleh karyawan tidak boleh dikurangi.

Beban PLN

Dia mencontohkan BUMN yang belum mengikuti program Jamsostek adalah Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan alasan sudah mengikuti program lain dan belum dianggarkan untuk pembayaran iuran Jamsostek.

“Manajemen PLN juga menganggap pembayaran premi kepada Jamsostek merupakan sebuah beban terhadap biaya pekerja dan bukan merupakan upaya perlindungan kepada pekerja yang sekaligus meningkatkan produktivitas di dalam bekerja,” ungkapnya.

Mengenai produktivitas pekerja, Kasis Iskandar ahli asuransi kesehatan, mengakui memiliki satu pendorong yakni adanya jaminan atas risiko sakit yang apabila menimpa dirinya ataupun keluarganya, baik secara aktif bekerja maupun pascakerja, akan membuat pekerja menjadi tenteram sepanjang masa.

“Bahkan, jika tidak diterapkan sistem jaminan sosial, seperti sistem jaminan pemeliharaan kesehatan yang memadai dapat membengkaknya biaya dari tahun ke tahun yang melebihi angka inflasi, sehingga merugikan pekerja dan keluarganya,” paparnya dalam seminar serikat pekerja BUMN, pekan lalu.

Iskandar menuturkan sebagian besar BUMN melakukan pengelolaan pemeliharaan kesehatan karyawan mereka tidak diserahkan kepada pihak ketiga, tetapi dikelola sendiri dengan bervariasi sistem pemberian jaminan.

“Ada BUMN yang memberikan jaminan kesehatan dalam bentuk tunai, ada yang dalam bentuk penggantian sesuai kuitansi dan juga sebagian membentuk yayasan berdasarkan asuransi sosial atau komersial,” ungkapnya. (rochmat.fitriana@bisnis.co.id)

Oleh R. Fitriana
Bisnis Indonesia, 24 Agustus 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=24-AUG-2009&inw_id=691689

Pelayaran RI siap gantikan 47 kapal asing


Pelayaran RI siap gantikan 47 kapal asing
Pertamina diduga hemat US$1,9 juta

JAKARTA: Sejumlah perusahaan pelayaran nasional siap menggantikan 47 kapal berbendera asing yang disewa oleh PT Pertamina, menyusul komitmen BUMN itu untuk memenuhi tenggat waktu asas cabotage pada 1 Januari 2010.

Presiden Direktur PT Berlian Laju Tanker Widihardja Tanudjaja mengungkapkan indikasi kesiapan armada dalam negeri tampak pada setiap tender pengadaan kapal yang digelar oleh Pertamina.

“Buktinya, pada setiap tender pengadaan kapal yang digelar Pertamina, sedikitnya lima hingga enam perusahaan pelayaran nasional ikut mengajukan proposal penawaran,” katanya kepada Bisnis, baru-baru ini.

Dia menambahkan jumlah perusahaan pelayaran nasional yang ikut dalam lelang pengadaan kapal Pertamina akan terus bertambah karena BUMN itu bersedia memberikan kontrak sewa antara 5 tahun dan 7 tahun.

Menurut dia, tersedianya kontrak sewa kapal selama 5 tahun hingga 7 tahun memberikan kemudahan kepada pelayaran nasional untuk mendapatkan sumber pembiayaan dari lembaga keuangan di dalam negeri.

“Kalau melihat komitmen PT Pertamina tersebut, target menggantikan kapal berbendera asing dengan armada nasional sesuai dengan roadmap asas cabotage pada 1 Januari 2010 akan tercapai,” tutur Widihardja.

Ketua Bidang Angkutan Cair Dewan Pengurus Pusat Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) itu menegaskan Pertamina tidak perlu khawatir soal ketersediaan kapal berbendera Indonesia.

Dia mengungkapkan armada berbendera nasional siap menggantikan kapal berbendera asing selama BUMN itu bersedia memberikan kontrak sewa jangka panjang.

Selama ini, Pertamina mengoperasikan 160 kapal untuk distribusi BBM dan gas ke berbagai daerah di Indonesia. Dari jumlah itu, 35 kapal milik sendiri dan 130 armada dengan 47 kapal berbendera asing disewa.

BUMN itu berencana mengalihkan penyewaan 47 kapal asing ke dalam negeri untuk memenuhi roadmap asas cabotage (angkutan komoditas di dalam negeri wajib dilakukan oleh kapal berbendera Indonesia) paling lambat pada 1 Januari 2010.

Saat ini, Pertamina telah menyelesaikan proses perpanjangan kontrak sewa untuk 20 kapal asing ke dalam negeri, sedangkan 17 unit lainnya masih dalam proses tender dan 10 armada masih menunggu kontrak sewa berakhir.

Penghematan

Sementara itu, DPP INSA meminta proses pergantian penyewaan kapal asing dengan armada nasional yang diperkirakan menghemat biaya sewa US$1,9 juta itu tidak mengabaikan aspek keselamatan armada.

Ketua DPP INSA Johnson W. Sutjipto mengatakan organisasinya mendukung kebijakan Pertamina dalam mengalihkan penyewaan kapal asing ke dalam negeri karena sesuai dengan UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran dan roadmap asas cabotage.

Namun, dia menegaskan penghematan biaya sewa sebesar US$1,9 juta dari pengalihan sewa kapal asing ke dalam negeri jangan sampai memangkas komponen keselamatan armada. “Kami harapkan aspek keselamatan kapal tidak terabaikan.”

Menurut dia, kemampuan Pertamina melakukan penghematan dari perubahan kontrak sewa kapal asing ke dalam negeri secara signifikan membuktikan penerapan asas cabotage tidak hanya menguntungkan pelayaran, tetapi juga pemilik komoditas.

“Pemilik komoditas bisa mendapatkan kapal berbendera Merah Putih dengan nilai sewa yang lebih murah daripada menyewa kapal asing.” (tularji@bisnis.co.id)

Oleh Tularji
Bisnis Indonesia, 24 Agustus 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=24-AUG-2009&inw_id=691685

August 20, 2009

Selamat Berpuasa 1430 H


Marhaban ya Ramadhan.

Marilah kita memohon ridho-Nya dalam bulan suci ini.

Selamat menunaikan ibadah puasa.

Taqoballahu mina wa minkum.


Mohon maaf lahir dan batin.

August 15, 2009

Dirgahayu HUT ke-64 RI


PT Bahtera Adhiguna (Persero)
Mengucapkan Dirgahayu ke-64
Republik Indonesia (RI)
Tahun 2009



August 12, 2009

Pelayaran Kondusif, Hati-Hati Pesisir Pantai Selatan Jatim


Pelayaran Kondusif, Hati-hati Pesisir Pantai Selatan Jatim

suarasurabaya.net| Aktifitas pelayaran untuk hari ini, Minggu (09/08), cukup kondusif. Namun hati-hati di pesisir pantai selatan Jawa Timur. Demikian disampaikan EKO PRASETYO Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Maritim Perak Surabaya waktu dihubungi suarasurabaya.net, Minggu (09/08).

“Ini karena tinggi gelombang disana hari ini dapat mencapai 2 meter,” ungkap EKO.

Berdasarkan data dari BMKG Maritim Perak, gelombang di perairan Laut Jawa berkisar 0-2,5 meter, di Samudera Hindia berkisar 1-2,5 meter, perairan Sapudi-Kangean berkisar 0,5-2 meter, Gresik-Bawaen 0,5-2 meter, Bawean-Masalembu 0,8-2,5 meter. Angin dari Timur ke Barat berkecepatan sekitar 1-45 km/jam.

Tinggi gelombang di penyeberangan Ketapang-Gilimanuk berkisar 0,3-1,5 meter, Selat Bali 0,3-2 meter, penyeberangan Padang Bai-Lembar dan Selat Lombok berkisar 0,5-2 meter, dan penyebrangan Ujung-Kamal 0,5-0,8 meter.

Sementara itu di pesisir Surabaya Timur pasang maksimum mencapai 110 cm pada pukul 11.00 WIB, dan surut minimum minus 90 cm pukul 18.00 WIB. Cuaca cerah berawan dan masih belum ada peluang hujan.(far/edy) Oleh : Laporan Farida Retnowulan

suarasurabaya.net, 09 Agustus 2009

http://kelanakota.suarasurabaya.net/?id=5ac8ca137961317f57a0878536fa4321200967989

Asap Pekat, Pelayaran Terhambat

Asap Pekat, Pelayaran Terhambat

PALANGKARAYA, SENIN - Pekatnya asap ditambah surutnya Sungai Kahayan mengakibatkan pelayaran angkutan penumpang dan barang dari Palangkaraya ke Danau Panggang, Kalimantan Selatan dan ke Bahaur Pulang Pisau serta Gunung Mas di Kalimantan Tengah terhambat.

"Banyak motoris kapal yang pulang kampung, terutama ke Banjar," kata Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Kota Palangkaraya Manuel N melalui Kepala Lalu Lintas Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Pelabuhan Rambang Budiono Amat di Palangkaraya, Senin (10/8).

Udin, seorang awak kapal dagang, menuturkan, kabut asap pekat menghambat perjalanan hingga empat jam dibanding saat cuaca cerah. Biasanya mereka berangkat dari Bahaur subuh, tapi belakangan memundurkan jadwal keberangkatan hingga pukul 11.00 menunggu tipisnya asap.

Tipisnya asap diperlukan agar awak kapal dapat memilih alur yang masih dalam supaya kapal mereka tidak kandas di gosong. Daya tampung kapal dagang maksimal 30 ton, dengan tarif angkut sekitar Rp 170.000 per ton.(Kompas.com)

Banjarmasin Post, 10 Agustus 2009

http://www.banjarmasinpost.co.id/read/artikel/19158/asap-pekat-pelayaran-terhambat

Pelayaran nasional incar pengadaan floating storage


Pelayaran nasional incar pengadaan floating storage
ConocoPhilips gelar tender prakualifikasi

JAKARTA: Sembilan perusahaan pelayaran nasional mengikuti tender prakualifikasi pengadaan kapal lepas pantai jenis floating storage & offloading (FSO) yang digelar ConocoPhilips Indonesia Inc Ltd.

Perusahaan pelayaran tersebut, antara lain PT Samudra Indonesia, PT Rig Tender, PT Wintermar, PT Swasti Bahari Utama, dan PT Aquaria Shipping, telah memasukkan penawaran dalam tender prakualifikasi tersebut.

Wakil Ketua DPP Indonesian National Shipowner's Association (INSA) Zuher Gani mengatakan tender prakualifikasi pengadaan armada lepas pantai jenis FSO itu mendapat respons positif dari pelaku usaha pelayaran di dalam negeri.

Dia menjelaskan pelayaran nasional antusias mengikuti tender itu meskipun bukan untuk menggantikan FSO yang ada. "Sebanyak sembilan perusahaan pelayaran mengikuti tender. Mereka siap mengadakan FSO," katanya kemarin.

Menurut dia, tender yang membuka kesempatan lebih besar bagi pelaku usaha pelayaran nasional itu merupakan kali pertama sejak pemberlakuan Inpres No.5/2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional.

Zuher yang juga Direktur PT Swasti Bahari Utama itu mengharapkan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) mitra Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) lainnya segera mengikuti jejak ConocoPhilips.

Pelayaran nasional, tuturnya, perlu diberikan kesempatan melalui tender pengadaan kapal lepas pantai tersebut guna memenuhi peta jalan asas cabotage (komoditas domestik wajib diangkut kapal berbendera Indonesia).

ConocoPhilips Indonesia merupakan KKKS mitra BP Migas yang sebelumnya menyewa satu unit FSO dan tiga unit FPSO (floating production storage & offloading) berbendera asing.

Ketua Bidang Angkutan Lepas Pantai DPP INSA Sigiman Layanto mengatakan tander prakualifikasi pengadaan FSO yang akan dioperasikan di wilayah perairan Natuna tersebut sudah ditutup sejak sebulan yang lalu.

Armada baru

Dia memastikan tender pengadaan FSO itu bukan untuk menggantikan armada berbendera asing yang masih beroperasi dengan masa kontrak melampaui tenggat pelaksanaan asas cabotage 1 Januari 2011. "Tender itu untuk pengadaan armada baru."

Sugiman menilai wajar apabila pelayaran nasional diberi kesempatan ikut dalam tender yang digelar KKKS. "Justru yang kami pertanyakan kapan tender pengadaan FSO dan FPSO asing yang existing itu akan digelar," katanya.

Dia menjelaskan pelayaran dalam negeri masih menunggu rencana aksi BP Migas dan KKKS dalam upaya mengganti armada berbendera asing guna memenuhi asas cabotage.

Dia menjelaskan dalam beberapa kali pertemuan, BP Migas selalu menyampaikan siap mengganti kapal berbendera asing dengan armada berbendera Merah Putih. "Itu yang kami tunggu, apakah akan ditender ulang atau bagaimana," katanya.

Pihaknya mengharapkan proses pergantian kapal FSO dan FPSO berbendera asing melalui tender ulang dimulai dari sekarang karena pengadaannya memerlukan waktu 1,5 tahun.

Selain itu, katanya, investasi pengadaan kapal jenis ini juga sangat besar karena termasuk armada yang padat teknologi. Satu unit FPSO memerlukan investasi sedikitnya US$100 juta.

Berdasarkan data BP Migas, masih ada lima kapal FSO dan FPSO yang disewa KKKS hingga melampaui tenggat pelaksanaan asas cabotage secara penuh.

Kelima kapal tersebut adalah FSO Intan (ConocoPhilips), FSO Federal I (Petrochina Jabung), FSO Shanghai (Santos), FSO CNOOC 114 (CNOOC), dan FPSO Seagood 101 (Santos). (tularji@bisnis.co.id)

Oleh Tularji
Bisnis Indonesia, 12 Agustus 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=12-AUG-2009&inw_id=689732

Stimulus pelayaran diperlukan


TRANSIT

Stimulus pelayaran diperlukan

JAKARTA: Kalangan pelaku pelayaran menginginkan stimulus angkutan laut berupa diskon atas pelayanan jasa kepelabuhanan tetap dilanjutkan dengan format yang lebih terarah dan dapat dirasakan langsung oleh perusahaan pelayaran serta pemilik barang.

Ketua Indonesian Shipping Association (ISA) Jaka A. Singgih mengatakan sepanjang usaha angkutan laut domestik dan internasional saat ini belum pulih dari dampak krisis ekonomi global, sehingga stimulus itu perlu diberikan kepada pelaku usaha terkait agar perekonomian dalam negeri bisa berjalan.

Namun, tuturnya, yang lebih penting adalah produktivitas dan fasilitas pelayananan jasa kepelabuhanan ditingkatkan agar Indonesia tidak terus-menerus menjadi pelabuhan pengumpan atau feeder. ”Stimulus angkutan laut saat ini masih diperlukan. Namun, operator pelabuhan juga harus bisa mendongkrak kinerjanya,” kata Jaka kemarin. (Bisnis/k1)

Bisnis Indonesia, 12 Agustus 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=12-AUG-2009&inw_id=689735

August 10, 2009

Uji petik kapal tingkatkan kepercayaan internasional


Uji petik kapal tingkatkan kepercayaan internasional

JAKARTA: Pelaksanaan uji petik atau audit kapal secara acak yang dilakukan Departemen Perhubungan guna menjaga keselamatan pelayaran dinilai dapat meningkatkan kepercayaan internasional terhadap kapal berbendera Indonesia, baik yang berlayar di dalam negeri maupun rute internasional.

Pemerintah diharapkan menyampaikan laporan secara berkesinambungan mengenai hasil uji petik tersebut kepada International Maritime Organization (IMO).

Presiden Kesatuan Pelaut Indonesia Hanafi Rustandi mengatakan pemerintah hendaknya tidak berkompromi dalam mengimplementasikan aspek keselamatan pelayaran, khususnya terhadap kapal penyeberangan, kapal penumpang, ataupun kapal barang berbendera Merah Putih.

“Pelaut mendukung langkah Dephub dalam pelaksanaan uji petik yang dilakukan secara berkesinambungan dan terjadwal, bukan hanya dilakukan saat persiapan angkutan Lebaran,” katanya akhir pekan lalu.

Menurut Hanafi, uji petik yang dilakukan secara terjadwal akan meningkatkan pandangan dunia internasional terhadap keseriusan Pemerintah Indonesia dalam mengedepankan faktor keselamatan pelayaran di dalam negeri.

Guna mendukung langkah Dephub tersebut, tuturnya, administrator pelabuhan dan kepala kantor pelabuhan di seluruh daerah agar tidak gampang menerbitan surat izin berlayar (SIB) dan harus memeriksa secara langsung sebelum kapal bertolak dari pelabuhan keberangkatan.

“Selama ini kebijakan Dephub sering kali sulit berjalan sebagaimana mestinya karena di lapangan masih terjadi kompromi dalam penerbitan SIB tanpa dilakukan cek silang menyeluruh terhadap alat-alat keselamatan kapal. Hal ini semestinya tidak boleh terjadi lagi,” tandasnya.

Hanafi menambahkan perusahaan pelayaran agar tidak lagi mencari-cari alasan untuk menghindari kewajibannya dalam memenuhi aspek keselamatan sebagaimana yang ditetapkan Dephub.

”Kami mendengar cukup banyak operator kapal yang keberatan dengan hasil uji petik tersebut. Dephub jangan sampai melunak dalam hal ini karena bagaimanapun operator kapal wajib melengkapi aspek keselamatan yang dipersyaratkan dalam IMO,” tuturnya.

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Dephub telah mengumumkan hasil uji petik periode 22-26 Juli 2009 terhadap kapal berbendera Merah Putih.

Dari 39 kapal (terdiri dari kapal penyeberangan, penumpang, dan kapal kargo) yang terjaring dalam uji petik secara acak di 18 lokasi itu, ternyata 36 kapal di antaranya atau lebih dari 90% dinyatakan tidak laik melaut atau tidak memenuhi persyaratan keselamatan pelayaran. (k1)

BISNIS INDONESIA, 10 Agustus 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=10-AUG-2009&inw_id=689238

Muatan kapal di Babel naik


TRANSIT

Muatan kapal di Babel naik

PANGKALPINANG: Jumlah barang yang diangkut dengan kapal melalui pelabuhan di Bangka Belitung (Babel) pada Juni 2009 mencapai 341.770 ton atau naik 31,55% dibandingkan dengan pencapaian pada bulan sebelumnya 259.800 ton.

Kabid Statistik Distribusi pada Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Babel Haryono mengatakan volume angkutan laut meningkat karena membaiknya kondisi perairan Babel dibandingkan dengan kondisi sebelumnya yang menyebabkan kunjungan kapal kargo rendah.

“Jumlah angkutan barang melalui laut meningkat karena permintaan dari luar provinsi meningkat untuk menambah persediaan menjelang bulan puasa dan Lebaran,” katanya kemarin. (Antara)

Bisnis Indonesia, 10 Agustus 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=10-AUG-2009&inw_id=689245

Peran armada asing siap diambil alih


Peran armada asing siap diambil alih
Kontrak lima kapal lampaui tenggat asas cabotage

JAKARTA: Perusahaan pelayaran nasional siap mengambil alih peran kapal minyak jenis floating storage & offloading (FSO) dan floating production storage & offloading (FPSO) berbendera asing, apabila diberikan kontrak sewa jangka panjang.

Kesiapan itu menyusul lampu hijau dari Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) yang membuka kesempatan bagi perusahaan nasional untuk menggantikan peran kapal lepas pantai berbendera asing dengan armada Merah Putih.

Apalagi, masa kontrak lima FSO dan FPSO berbendera asing ternyata melampaui batas waktu bagi operasi kapal migas asing paling lambat 1 Januari 2011, sesuai dengan peta jalan asas cabotage (komoditas domestik wajib diangkut kapal berbendera Indonesia).

Kelima kapal yang disewa kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) mitra Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) itu, yakni FSO Intan, FSO CNOOC 114, FSO Federal I, FSO Shanghai, dan FPSO Seagood 101.

Ketua Bidang Angkutan Lepas Pantai DPP Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Layanto Sugiman menyatakan pelayaran nasional siap menggantikan peran kelima armada berbendera asing tersebut.

Menurut dia, banyak perusahaan pelayaran nasional, baik sendiri-sendiri maupun melalui konsorsium, yang ingin masuk ke angkutan lepas pantai (off shore), khususnya kapal jenis FSO dan FPSO.

"Pelayaran nasional siap masuk menggantikan armada FSO dan FPSO asing itu dengan mendatangkan kapal baru ataupun ikut dalam kepemilikan kapal dengan mengganti biaya konstruksi," katanya kemarin.

Namun, ungkap Layanto, pengusaha pelayaran tidak mungkin melakukan pengadaan armada FSO dan FPSO tanpa disertai dengan kontrak sewa jangka panjang dari KKKS.

Menurut dia, investasi pengadaan FSO dan FPSO sangat besar karena kapal jenis ini termasuk padat teknologi. Satu unit FPSO memerlukan investasi sedikitnya US$100 juta.

Dia menjelaskan pelayaran mengharapkan proses pergantian kapal FSO dan FPSO tersebut dapat dimulai dari sekarang karena persiapan pengadaan armada ini kurang dari 2 tahun, yakni sebelum 1 Januari 2011.

Kepala Dinas Humas dan Hubungan Kelembagaan BP Migas Sulistya Hastuti Wahyu mengatakan pihaknya optimistis kelima FSO dan FPSO berbendera asing itu dapat berganti bendera merah putih sesuai dengan peta jalan asas cabotage. "Intinya, kami siap memenuhinya," katanya.

Menurut Sulistya, pelayaran nasional seharusnya proaktif karena pihaknya telah memberikan lampu hijau, apalagi BP Migas berkomitmen untuk memperbesar kandungan lokal, terutama bagi perusahaan nasional.

Sekretaris Masyarakat Pemerhati Pelayaran, Pelabuhan, dan Lingkungan Maritim (Mappel) Maman Permana mengatakan FSO dan FPSO masih sulit dibangun di galangan dalam negeri.

Menurut dia, industri galangan dalam negeri baru bisa melakukan pemasangan peralatan yang ada di atas kapal FSO dan FPSO tersebut. "Jadi, kapal jenis ini mau tidak mau harus dibangun di luar negeri atau diimpor," katanya.

Dukungan pembiayaan

Lembaga pembiayaan dalam negeri juga siap menggelontorkan dana kepada perusahaan pelayaran yang ingin melakukan pengadaan armada jenis FSO dan FPSO guna menggantikan armada berbendera asing.

Direktur Utama PT PANN Multifinance Ibnu Wibowo mengatakan perbankan dan lembaga pembiayaan nasional memiliki dana yang cukup untuk membiayai pengadaan armada tersebut.

Namun, katanya, BP Migas harus berani membeberkan kebutuhan investasi pengadaan armada FSO dan FPSO serta memastikan jaminan kontrak jangka panjang bagi perusahaan pelayaran.

"Berapa besar dana yang dibutuhkan, bagaimana kontraknya, dan nilai sewa per bulannya harus dibuat secara transparan. Bila semua cocok, pihak perbankan dan lembaga pembiayaan siap menggelontorkan dana," katanya.

Ibnu mengakui selama ini belum ada perusahaan pelayaran nasional, baik melalui konsorsium maupun sendiri, yang mengajukan permohonan pembiayaan untuk pengadaan FSO dan FPSO kepada PANN. (tularji@bisnis.co.id)

Oleh Tularji
Bisnis Indonesia, 10 Agustus 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=10-AUG-2009&inw_id=689242

August 5, 2009

Regulator Juga Harus Diaudit


Regulator Juga Harus Diaudit


Yogyakarta, Kompas - Audit kapal laut oleh pemerintah tiga bulan sekali dinilai tidak tepat. Audit seharusnya juga dilakukan terhadap aparat pemerintah yang mengelola pelayaran.

Apalagi, selama ini kecelakaan yang terjadi sebagian besar karena kegagalan sistem. Selain itu, audit terhadap kapal juga setidaknya telah dilakukan setahun sekali oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI).

”Kapal feri dan kapal penumpang selama ini telah disurvei. Bila pemerintah ingin meningkatkan keselamatan di laut, lebih tepat mengaudit kapal kargo dan kapal penumpang yang belum masuk klas BKI ataupun kapal pelayaran rakyat,” kata Wakil Ketua Umum Indonesian Ferry Companies Association (IFA) Bambang Harjo, Minggu (2/8) di Yogyakarta.

Menurut Bambang, Asosiasi Perusahaan Pelayaran di Indonesia (Indonesia National Shipowner’s Association/INSA) membawahi 8.500 kapal. Sekitar 25 persen dari jumlah kapal itu belum masuk klas BKI.

Adapun kapal penumpang dan kargo yang tergolong pelayaran rakyat hanya 20 persen yang terdaftar dalam klas BKI.

Alasan lain tidak diperlukannya audit per tiga bulan, kata Bambang, karena setiap kali kapal akan berlayar, Administratur Pelabuhan mengeluarkan surat izin berlayar (SIB).

”SIB dikeluarkan dengan mempertimbangkan kelaikan berlayar. SIB sama saja dengan audit tiap hari, atau buat feri berarti audit tiap rit penyeberangan,” ujar Bambang.

Selain itu, tiap tahun ada pemeriksaan, antara lain, terhadap konstruksi badan kapal, mesin, dan garis muat. Ini diperiksa rutin saat naik dok oleh BKI. Dari pemeriksaan ini ada tiga sertifikat.

Adapun Marine Inspector dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut mengaudit sisi nautis, teknis, dan radio. Audit ini dimaksudkan untuk memperoleh Sertifikat Kesempurnaan.

Menanggapi hal itu, Sekretaris Ditjen Perhubungan Laut Departemen Perhubungan Bobby R Mamahit menyatakan, audit tiga bulanan tak hanya melihat persoalan teknis, tetapi juga kemampuan manajemen perusahaan.

”Minggu depan, sudah ada hasilnya. Momentumnya pas, sebelum masa angkutan Lebaran,” katanya.

Dijelaskan, audit dilakukan secara acak. ”Kami mengaudit kapal secara random. Misalkan di Bakauheni, sudah bagus bila diaudit 2-3 kapal,” kata Bobby.

Di lintas Merak-Bakauheni, saat penyeberangan padat, sekitar 25 kapal feri yang dioperasikan.

Audit regulator

Bambang berpendapat, bila pemerintah serius ingin meningkatkan keselamatan angkutan laut, audit juga harus diterapkan bagi regulator sebagai pengawas.

”Bila sampai kapal berlayar dengan muatan lebih lalu celaka, artinya mungkin ada kontribusi kesalahan regulator yang menerbitkan SIB,” kata Bambang.

Audit terhadap regulator, menurut Bambang, seharusnya dikerjakan badan yang independen, bukan oleh pemerintah.

Sementara itu, bila terjadi kecelakaan angkutan laut di pelabuhan, bisa jadi karena pengelola pelabuhan tak menjalankan fungsi, antara lain, tidak menjaga kedalaman alur pelayaran, atau mensterilkan pelabuhan.

Bambang menjelaskan, 70 persen kecelakaan laut disebabkan kesalahan manusia. Oleh karena itu, tidak tertutup kemungkinan ada kegagalan dalam pendidikan di sekolah pelayaran.

Persoalan lain yang harus dicermati adalah keandalan tim search and rescue (SAR). ”Andai tim SAR kita sangat kompeten, tak perlu jatuh korban terlalu banyak. Meskipun ada pelampung, tentu ada keterbatasan penumpang menyelamatkan diri,” ujarnya. (RYO)

Kompas, 03 Agustus 2009

http://koran.kompas.com/read/xml/2009/08/03/03330113/Regulator.Juga.Harus.Diaudit

Izin operasi 12 jenis kapal asing ditutup


Izin operasi 12 jenis kapal asing ditutup
INSA sanggup penuhi kebutuhan

JAKARTA: Departemen Perhubungan menutup izin pengoperasian kapal asing (PPKA) bagi 12 jenis kapal pendukung kegiatan lepas pantai, menyusul kesanggupan pengusaha nasional memenuhinya.

Duabelas jenis armada lepas pantai (off shore) itu adalah kapal tunda, tongkang, crew boat (pengangkut kru), mooring boat (kapal pandu), landing craft (kapal pendarat), crane barge (sejenis tongkang) berkapasitas 100 ton, dan utility vessel (pengangkut peralatan).

Dephub juga menghentikan PPKA jenis oil barge (tongkang minyak), pilot barge (sejenis kapal pandu), security boat (kapal patroli), sea truck (sejenis pengangkut kru), dan anchor boat (pengangkut jangkar).

Direktur Lalu Lintas Angkutan Laut Departemen Perhubungan Leon Muhamad mengatakan PPKA hanya diberikan bagi kapal lepas pantai asing setelah terbukti tidak ada kapal sejenis yang dimiliki pelayaran nasional.

Dephub meminta Indonesian National Shipowners' Association (INSA) mengklarifikasi ketersediaan 12 kapal lepas pantai sebelum PPKA diterbitkan. "Jika klarifikasi INSA membuktikan ada kapal nasional, izin PPKA tidak akan dikeluarkan," katanya kepada Bisnis, kemarin.

Dia menjelaskan BP Migas telah memberikan rambu-rambu kepada kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) terkait dengan implementasi asas cabotage (komoditas domestik wajib diangkut kapal berbendera Indonesia) bagi armada pendukung kegiatan lepas pantai.

Rambu-rambu tersebut telah disampaikan BP Migas kepada KKKS pada rapat kerja instansi itu di Surabaya pada 27 Juli 2009. "Kini, kami meminta KKKS agar melaksanakan arahan tersebut."

Leon menjelaskan penutupan izin 12 jenis kapal pendukung kegiatan lepas pantai bagi asing merupakan bagian dari penahapan implementasi peta jalan asas cabotage secara penuh mulai 1 Januari 2011.

Mampu dipenuhi

Ketua Bidang Angkutan Lepas Pantai INSA Sugiman Layanto menegaskan pelayaran nasional mampu memenuhi kebutuhan 12 jenis kapal lepas pantai itu.

Menurut dia, pemerintah seharusnya telah menutup keterlibatan asing dalam kegiatan lepas pantai menggunakan 12 jenis kapal itu sejak tahun lalu. "Pengusaha nasional sudah mampu memenuhi kebutuhan kapal jenis ini,” tegasnya.

Pemerintah akhirnya menutup keterlibatan asing untuk 12 jenis armada lepas pantai tanpa harus menunggu berakhirnya tenggat waktu pelaksanaan asas cabotage secara penuh.

Penutupan itu disepakati dalam rapat Departemen Perhubungan yang melibatkan DPP INSA dan BP Migas, baru-baru ini.

Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan INSA Paulis A. Djohan menjelaskan pelayaran nasional siap menggantikan peran seluruh 12 jenis kapal asing penunjang kegiatan lepas pantai itu.

Dia menjelaskan pengusaha pelayaran nasional yang tergabung ke dalam INSA terus melakukan pengadaan kapal baik untuk kegiatan lepas pantau maupun angkutan komoditas lainnya.

Dahulukan nasional

Data BP Migas menyebutkan jumlah kapal yang beroperasi untuk semua kegiatan hulu migas nasional mencapai 613 unit dengan 541 kapal di antaranya berbendera Indonesia, sedangkan sisanya berbendera asing.

INSA mencatat nilai sewa kapal asing selama setahun mencapai US$1,25 miliar, sedangkan total kebutuhan investasi untuk menggantikan kapal off shore asing berkisar US$3 miliar-US$4 miliar.

Leon menjelaskan agar peta jalan asas cabotage terlaksana sesuai dengan jadwal, pihaknya meminta BP Migas dan KKKS mendahulukan kapal Indonesia dalam tender pengadaan armada. (tularji@bisnis.co.id)

Oleh Tularji
Bisnis Indonesia, 03 Agustus 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=03-AUG-2009&inw_id=688063

Sistem informasi kapal diuji coba


Sistem informasi kapal diuji coba

JAKARTA: Sistem informasi jarak jauh pada kapal atau long range identification tracking (LRIT) mulai diuji coba dengan Uni Eropa dan China, guna memastikan kelancaran sistem pertukaran data antarnegara.

Direktur Kenavigasian Ditjen Perhubungan Laut Dephub Boedhi Setiadjid mengungkapkan uji coba yang dimulai sejak 1 Agustus 2009 itu juga dikategorikan sebagai audit pusat data LRIT (National Data Centre) dari International Maritime Organization (IMO).

“Uji coba ini menjadikan Indonesia berada di bawah satu sistem dengan Uni Eropa dan China. Hal tersebut juga bisa dibilang sebagai audit dari IMO,” katanya kemarin.

LRIT adalah sistem informasi yang menyediakan data tentang identitas, lokasi, serta tanggal dan waktu posisi kapal. Regulasi LRIT dimasukkan dalam ketentuan Safety of Life at Sea (Solas) Bab V tentang Keselamatan Navigasi.

Kapal yang menjadi objek sistem LRIT adalah yang melakukan pelayaran internasional, termasuk kapal penumpang, kargo, pengeboran lepas pantai yang berbobot lebih dari 300 GT.

Awalnya, kewajiban penerapan sistem LRIT bagi kapal yang berlayar di perairan internasional itu akan diterapkan pada 1 Juli 2009. Namun, karena sebagian besar negara anggota IMO belum melalui proses audit NDC, implementasi sistem itu akhirnya ditunda hingga 1 Oktober 2009.

Siap bergabung

Dirjen Perhubungan Laut Dephub Sunaryo mengatakan Indonesia sudah siap bergabung dengan negara anggota IMO lainnya dalam menerapkan sistem LRIT.

“Indonesia sudah berada di jalan yang benar dalam proses menuju ketentuan untuk wajib menerapkan sistem LRIT,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Kendati IMO segera menetapkan secara penuh ketentuan LRIT mulai Oktober, sejumlah negara tetap tidak akan mempersulit kapal-kapal yang belum mengimplementasikan sistem tersebut hingga akhir tahun ini.

Johnson W. Sutjipto, Ketua Umum Indonesian National Shipowners’ Association (INSA), memaparkan pemilik kapal nasional sudah siap dan tidak berkeberatan menerapkan sistem LRIT pada armada mereka.

Menurutnya, LRIT merupakan ketentuan internasional yang harus ditaati setiap pemilik kapal. “Penerapan sistem itu merupakan syarat bagi pemilik kapal yang armadanya melayani rute internasional dan berlabuh di negara lain. Kalau mau tetap beroperasi ya harus memiliki sistem itu di kapalnya,” paparnya.

Oleh Raydion Subiantoro
Bisnis Indonesia, 04 Agustus 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=04-AUG-2009&inw_id=688263