May 29, 2009

Securing the Future with Fortinet Seminar


Securing the Future with Fortinet Seminar

>

Pada tanggal 26 Mei 2009, FORTINET telah mengadakan event seminar di Jakarta yang dihadiri oleh para IT Profesional dari berbagai perusahaan dengan tema Securing the Future with Fortinet Seminar.


FORTINET merupakan sebuah perusahaan end to end IT security solution yang telah berdiri sejak tahun 2000 dan juga telah memperoleh banyak penghargaan dan sertifikat dari dunia.


Acara yang menarik perhatian tersebut diakhiri dengan lucky draw, hacking contest, pemberian souvenir yang menarik.


Laporan : Toramd, MAA - BAg




IBM Service Management and SOA Conference 2009


IBM Service Management and SOA Conference 2009



Tanggal 19 Mei 2009 bertempat di Shangri La Hotel Kota BNI, Jl. Jend Sudirman Kav. 1 Jakarta Pusat 10220, IBM telah mengadakan IBM Service Management and SOA Conference 2009. Agenda acara yang dimulai pendaftaran di pagi hari yang dihadiri oleh para IT professional maupun para financer dari berbagai bidang perusahaan.


Acara di IBM Conference 2009 itu dibuka oleh Bapak Kustiawan Kusumo (Country Manager, IBM Software Group) kemudian dilanjutkan oleh para keynote speaker yang expert di bidangnya masing-masing dari berbagai negara untuk membawakan materi acara.


Kegiatan yang diadakan oleh IBM ini sangatlah penting bagi para perusahaan dalam membuat keputusan untuk memangkas biaya, mengurangi resiko, mengoptimalkan pemberian pelayanan baru, dan meningkatkan kinerja bisnis yang lebih baik hasilnya serta memperoleh keterampilan praktis dan mendapatkan sertifikasi bagi para IT Profesional.


Pada event tersebut, IBM juga mengadakan Profesional Certificate Program secara online dimana banyak para IT professional mengikuti acara itu secara gratis, yang diuji antara lain mengenai Tivoli Storage, Tivoli Automation, Tivoli Security, Websphere Business Integration, Websphere Aplication Server dan IBM Service Oriented Architecture (SOA). Selain itu juga ada event untuk para Banking.


Kegiatan yang padat itu juga diselingi oleh entertainment by Musik Jalanan secara LIVE dimulai dari pendaftaran, coffee break, lunch dan diakhiri dengan acara penutupan yaitu lucy draw.


Laporan : Toramd, MAA, TJ - BAg


May 27, 2009

Badai Gagalkan Keberangkatan Kapal


Badai Gagalkan Keberangkatan Kapal


*juniwan

MedanBisnis – Sibolga
Manajer PT Angkutan Sungai Danau dan Penyebrangan (ASDP) cabang Sibolga, Ibnu Mulkan mengatakan, akibat badai yang masih mengamuk di perairan laut disertai gelombang mencapai ketinggian 4 hingga 5 meter di wilayah pantai barat Sumatera Utara (Sumut) sejak Kamis (14/5) hingga Jum’at (15/5), sejumlah kapal pelayaran rute Sibolga-Nias terpaksa putar haluan dan balik kanan ke Pelabuhan Sibolga.
Bahkan, satu unit kapal milik PT ASDP yaitu, KMP Pulau Tello yang berangkat dari Sibolga menuju Gunung Sitoli-Nias, Kamis (14/5) malam kemarin terpaksa kembali lagi ke Sibolga. Demikian pula kapal penumpang dan kapal barang lainnya juga dilaporkan hingga Jumat (15/5) terpaksa menunda keberangkatannya, karena khwatir amukan badai itu bakal mengancam keselamatan pelayaran.
”KMP Pulau Tello yang sempat berlayar di sekitar kepulauan Mansalar yaitu di pertengahan antara Sibolga dengan Gunungsitoli, terpaksa kembali pulang ke Sibolga. Karena gelombang tinggi disertai angin yang sangat kencang di wilayah itu,” ungkap Ibnu Mulkan, Jumat (15/5) di Pelabuhan Sibolga.
Demikian pula dengan KMP Barau yang hendak berangkat Jumat pagi dari Nias menuju Sibolga juga mengalami hal yang sama dan tidak jadi berangkat. Kendatipun saat itu jumlah penumpang cukup banyak mencapai 267 orang ditambah kendaraan yang akan diseberangkan berjumlah 22 unit. “Akibat kekhawatiran penumpang pada pagi itu, jumlahnya pun berkurang menjadi 212 orang dan ongkosnya telah dikembalikan,” sebutnya.
Walau begitu, lanjutnya, KMP Pulau Tello yang rencananya diberangkatkan Jumat pagi tadi sekitar pukul 10:00 WIB, kendaraan dan penumpang masih bersabar menunggu di atas kapal. “Saat kapal KMP Pulau Tello akan diberangkatkan, pihak Adpel kemudian menginformasikan, gelombang laut masih cukup tinggi disertai badai angin yang sangat kencang, sehingga kapal kita kembali gagal berangkat. Namun, sekitar pukul 15.00 WIB, KMP Pulau Tello baru dapat diberangkatkan dari Sibolga menuju Nias, karena sudah mendapat izin berlayar dari pihak Adpel Sibolga,” katanya lantas menambahkan, pihaknya juga telah memberi instruksi kepada nakhoda kapal apabila cuaca di perjalanan buruk agar segera kembali ke Sibolga demi keselamatan penumpang.
Sementara itu, Kepala Stasiun Radio Pantai Kantor Navigasi Sibolga, Edward Sianturi yang dikonfirmasi soal prakiraan cuaca mengatakan, berdasarkan penjelasan dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Belawan, selama 4 hari sejak, Kamis (14/5) hingga Minggu (17/5) pagi mendatang, tinggi gelombang di perairan Samudra Hindia atau di perairan Pantai Barat Sumatera Utara diperkirakan antara 4 hingga 5 meter. Sementara kecepatan angin mencapai 20 knot per jam atau setara 45 kilometer per jam.
”Setiap pagi, kita wajib memberikan info kepada pihak Adpel Sibolga tentang kondisi cuaca di laut, sehingga pelayaran kapal fery, kapal cepat maupun kapal pelayaran lainnya tujuan Sibolga-Nias dapat berjalan lancar dan terhindar dari hal yang tidak diinginkan,” sebut Edward sembari menyarankan, pihak PT ASDP maupun kapal cepat untuk menunda jadwal pelayarannya.

Medan Bisnis Online, 16 Mei 2009

http://www.medanbisnisonline.com/2009/05/16/badai-gagalkan-keberangkatan-kapal/

21 Gudang di Priok batal dibongkar


21 Gudang di Priok batal dibongkar

JAKARTA: Sebanyak 21 fasilitas pergudangan di Pelabuhan Tanjung Priok batal dibongkar, menyusul rencana PT Pelabuhan Indonesia II mengkaji ulang program penataan di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu.

Kepala Humas Pelabuhan Tanjung Priok Hambar Wiyadi mengatakan fasilitas pergudangan masih diperlukan di Tanjung Priok karena arus barang umum melalui pelabuhan itu masih stabil.

"Bahkan, diperkirakan setiap tahunnya ada peningkatan rata-rata 100.000 ton," ujarnya kepada Bisnis, kemarin.

Dia mengungkapkan 21 gudang yang batal dibongkar yakni gudang 202, 203, 208, 209, 304, 207, 109, 112, 110, 113, 114, 001, 002, 003, 004, gudang CFS Nusantara, 005, 006, 007, gudang CDC MTI, dan gudang 005X. "Luas keseluruhan fasilitas gudang itu mencapai 101.972 m2."

Sebelumnya, di Pelabuhan Priok terdapat 34 fasilitas pergudangan untuk menampung barang umum yang dalam rencana awal penataan pelabuhan akan dibongkar dalam rangka menambah kapasitas tampung peti kemas di Pelabuhan Priok.

Namun, baru 13 gudang di antaranya yang telah dibongkar, yakni gudang 302, 102X, 104X, 108, 111, 210, 305, 102, 103, 105, 107, 213X, dan 303 dengan luas keseluruhan mencapai 65.000 m2.

Hambar mengungkapkan manajemen Pelabuhan Priok memperkirakan arus bongkar muat barang kargo yang akan memanfaatkan fasilitas pergudangan di pelabuhan itu mencapai 3 juta ton pada tahun ini, sedangkan yang melalui lapangan penumpukan 3,1 juta ton dan barang yang langsung keluar sebanyak 4 juta ton.

"Dengan demikian, fasilitas pergudangan di dalam pelabuhan masih sangat diperlukan karena arus barang umum masih cukup signifikan yang melalui Pelabuhan Priok," katanya.

Dia memaparkan program penataan Pelabuhan Priok masih akan terus difokuskan pada penambahan fasilitas jalan di dalam pelabuhan sehingga nantinya bisa terkoneksi langsung dengan akses jalan tol Jakarta Outer Ring Road (JORR).

"Selain lahan Pelindo, lahan milik sejumlah instansi lain juga akan terkena pembangunan akses jalan tol Pelabuhan Priok yang terhubung dengan JORR," ungkap Hambar. (k1)

BISNIS INDONESIA, 27 Mei 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=27-MAY-2009&inw_id=675707

May 25, 2009

Alur Tanjung Perak aman

TRANSIT
Alur Tanjung Perak aman

SURABAYA: Alur pelayaran di perairan Pelabuhan Tanjung Perak dinilai aman dilalui kapal pascatabrakan kapal MV Tanto Niaga dan MV Mitra Ocean, Jumat, sekitar 500 meter arah timur Terminal Peti Kemas Surabaya.

"Secara umum alur di sana tidak terganggu. Namun, harus tetap waspada terhadap beberapa peti kemas yang masih mengapung seputar alur," kata Kepala Humas PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III Iwan Sabatini akhir pekan lalu.

Menurut dia, alur pelayaran yang masuk Tanjung Perak sudah diamankan oleh kapal patroli KPLP agar kapal yang masuk tidak menabrak peti kemas yang jatuh ke laut.

"Lebih dari dua kapal patroli KPLP Tanjung Perak yang mengamankan alur pelayaran khususnya di Buoy 8," ujarnya. (Antara)

Bisnis Indonesia harian, 25 mei 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=25-MAY-2009&inw_id=675142

Pembayaran tally masih ditolak

TRANSIT
Pembayaran tally masih ditolak

JAKARTA: Kalangan eksportir dan importir tetap menolak untuk membayar jasa pencatatan dan penghitungan keluar masuk barang dan peti kemas atau tally mandiri di Pelabuhan Tanjung Priok, kendati juklak penagihan dan pembayaran kegiatan itu sudah selesai dibahas.

Ketua Umum Dewan Pengguna Jasa Angkutan Laut Indonesia (Depalindo) Toto Dirgantoro mengatakan kalangan eksportir dan importir hanya mau membayar perusahaan tally yang bersertifikat internasional sesuai dengan syarat yang tercantum pada kontrak pengiriman barang.

"Sangat penting bagi kami untuk memilih perusahaan tally yang bersertifikasi internasional, karena apabila ada kehilangan atau barang cacat, bisa digunakan untuk klaim asuransi," katanya baru-baru ini. (Bisnis/22)

Bisnis Indonesia , 25 Mei 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=25-MAY-2009&inw_id=675144

Dephub izinkan operasi kapal tunda Singapura

Dephub izinkan operasi kapal tunda Singapura

JAKARTA: Departemen Perhubungan dinilai melanggar asas cabotage karena memberikan izin operasi kepada kapal berbendera asing untuk pelayanan antarkapal (ship to ship) di perairan Pelabuhan Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau.

Izin itu berupa Dispensasi Syarat Bendera yang diterbitkan oleh Ditjen Perhubungan Laut Dephub kepada kapal tunda (tugboat) Seacrest berbendera Singapura. Kapal itu dicarter oleh perusahaan pelayaran PT Admiral Lines.

Langkah Dephub itu mendapat protes dari pelaku pelayaran nasional yang memiliki kapal tunda berbendera Indonesia melalui DPP Indonesian National Shipowners' Association (INSA).

Paulis Djohan, Ketua Bidang Organisasi DPP INSA, mengatakan protes itu disampaikan karena kapal tunda berbendera Indonesia saat ini mencukupi untuk melayani kegiatan pelayanan antarkapal di Tanjung Balai Karimun.

Kapal jenis tugboat berbendera Indonesia banyak tersedia di dalam negeri yang digunakan dalam kegiatan lepas pantai.

"Ini merupakan inkonsistensi terhadap ketentuan asas cabotage. Kegiatan angkutan dalam negeri harus dilakukan oleh kapal berbendera Indonesia yang diamanatkan oleh UU Pelayaran dan Inpres No.5/2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional," ujarnya kepada Bisnis, pekan lalu.

Paulis mengatakan DPP INSA sebelumnya sudah menolak untuk memberikan rekomendasi izin pengoperasian tugboat berbendera Singapura kepada Dephup yang diajukan oleh PT Admiral Lines.

Diakui Dephub

Direktur Lalulintas Angkutan Laut Ditjen Perhubungan Laut Dephub Leon Muhamad mengakui pihaknya memberikan Dispensasi Syarat Bendera kepada tugboat berbendera Singapura itu.

"Kami memberikan dispensasi pada waktu itu [karena] sudah dilengkapi rekomendasi dari Dewan Pimpinan Cabang INSA dan Administrator Pelabuhan Tanjung Balai Karimun," ungkapnya.

Dia mengatakan dalam rekomendasi itu disebutkan PT Pelabuhan Indonesia I dan BUMD di Tanjung Balai Karimun tidak memiliki tugboat untuk melayani penundaan kapal, sehingga memberikan rekomendasi selama 1 bulan dan dikhususkan untuk melayani MT Nostos dan MT Habari di perairan Kepulaun Riau.

Oleh Aidikar M. Saidi
Bisnis Indonesia, 25 Mei 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=25-MAY-2009&inw_id=675141

Harga kapal lokal tersandung bunga


Harga kapal lokal tersandung bunga
Order galangan sepi kendati telah diterapkan asas cabotage

JAKARTA: Tingginya bunga bank yang diberikan kepada sektor maritim di Indonesia menyebabkan harga kapal produksi galangan dalam negeri tidak kompetitif dibandingkan dengan harga kapal baru impor.

Wing Wirjawan, Sekjen Ikatan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai Indonesia (Iperindo), mengakui disparitas harga produk galangan dalam negeri dengan impor cukup tinggi.

“Kalau bunga bank sudah turun ke level 10%, harga kapal dalam negeri bisa lebih kompetitif dengan kapal asing. Sekarang masih sulit bersaing dengan kapal impor yang harganya lebih murah,” katanya kepada Bisnis kemarin.

Data Indonesian National Shipowners' Association (INSA) menunjukkan saat ini disparitas harga kapal dalam negeri dengan asing bisa mencapai 17%.

Kondisi itu, katanya, dipicu oleh tingginya biaya yang ditanggung perusahaan kapal seperti bea masuk komponen, PPN dan PPh termasuk tingginya bunga bank sehingga perusahaan pelayaran lebih memilih mengimpor kapal.

Dia menjelaskan akibat sulitnya mendapatkan sumber pembiayaan berbunga rendah, target pertumbuhan industri galangan kapal dalam negeri yang dipatok pemerintah sebesar 9% berpotensi gagal dicapai.

Iperindo, katanya, tidak yakin selama perbankan belum ikut aktif dalam memberikan solusi pendanaan berbunga rendah. “Saat ini, perbankan masih seret mengucurkan kredit berbunga rendah ke sektor maritim.”

Wing menambahkan bunga bank yang diberikan kepada sektor maritim di Indonesia saat ini berkisar antara 14% dan 15% kendati Bank Indonesia telah memangkas suku bunga acuan (BI Rate) hingga ke level 7,25%.

Di negara-negara Eropa, lanjutnya, bunga bank untuk sektor maritim sudah berada di level terendah yakni 0,5%, sementara Malaysia hanya memberlakukan 4%-5% karena pemerintah ikut menanggung suku bunga bank itu.

Pada 2008, pemerintah mematok pertumbuhan industri perkapalan Indonesia sebesar 6,0 juta groston (GT) dengan realisasi mencapai 7,75 juta atau 1,75% di atas estimasi. Tahun ini, pemerintah mengincar 9%.

Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP) atas importasi komponen kapal agar target pertumbuhan industri perkapalan tahun ini tercapai.

Tetap mendesak

Wing menjelaskan industri perkapalan tetap mendesak pemerintah mengeluarkan regulasi membatasi usia maksimum kapal bekas yang diimpor menjadi 15 tahun dari sebelumnya 25 tahun kendati ditolak Dephub dan operator pelayaran.

Industri kapal optimistis regulasi itu tidak akan mengganggu penerapan road map asas cabotage (angkutan komoditas dalam negeri diangkut oleh kapal dan perusahaan berbendera Indonesia) secara penuh pada 1 Januari 2011.

Sekjen Iperindo itu menilai industri galangan ingin ikut menikmati dampak positif penerapan road map asas cabotage secara penuh dengan menekan idle capacity. “Sekarang ini, order kapal baru untuk angkutan minyak dan gas bahkan offshore masih sepi,” katanya.

Dia menjelaskan penerapan asas cabotage seharusnya mampu menekan kapasitas galangan kapal baru yang menganggur. “Selama 2008, galangan kapal baru terisi 50%, sekarang kok malah turun 10% menjadi 40%,” katanya.

Menurutnya, sebanyak 300.000 dead weight ton (DWT) atau 60% dari total 500.000 DWT kapasitas galangan baru di Indonesia menganggur akibat sepinya pesanan pembangunan kapal baru dan adanya pembatalan pemesanan dari asing.

Untuk menekan idle capacity itu, pemerintah berencana mengeluarkan regulasi yang membatasi usia impor kapal bekas dari 25 tahun menjadi 15 tahun secara bertahap agar perusahaan pelayaran dalam negeri memanfaatkan galangan domestik.

Inisiasi penambahan pembatasan usia kapal impor itu adalah Departemen Perindustrian, tetapi masih akan difinalisasi dengan melibatkan Departemen Perhubungan, dan Departemen Perdagangan. (tularji@bisnis.co.id)

Oleh Tularji
Bisnis Indonesia, 23 Mei 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=23-MAY-2009&inw_id=674960


May 23, 2009

Tutup Lahan Nelayan, Tongkang PLTU Dibatasi


Tutup Lahan Nelayan,

Tongkang PLTU Dibatasi

Cilacap, Kompas – Antrean tongkang pengangkut batubara di Dermaga untuk Kepentingan Sendiri Pembangkit Listrik tenaga Uap Cilacap, Jawa Tengah, sudah sepekan ini dibatasi tiga unit.

Pembatasan dilakukan menyusul protes nelayan yang dirugikan oelh panjangnya antrean tongkang di sekitar DUKS PLTU Cilacap yang mencapai 21 tongkang per hari. Banyaknya tongkang menutup lahan tangkapan nelayan di muara Sungai Serayu.

Kepala Seksi Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Kantor Administratur Pelabuhan (Adpel) Tanjung Intan, Cilacap Aher Priyatno, Senin (18/5) mengatakan, dengan pembatasan tersebut, pihaknya agak kesulitan menyusun jadwal pelayaran tongkang dari Kalimantan ke Cilacap. Apalagi, dalam kondisi gelombang tinggi seperti sekarang ini, pelayaran tongkang tak bisa dijadwalkan dengan pasti.

Karena tak ada kepastian kondisi cuaca selama gelombang tinggi berlangsung lanjut Aher, biasanya banyak tongkang dari Kalimantan akan berlayar le Cilacap untuk memasok batu bara ke PLTU Cialcap. Jika cuaca memburuk, tongkang menepi ke pelabuhan terdekat.

”Namun, dengan adanya pembatasan, kami juga agak kesulitan mengatur jadwal pelayaran tongkang batu bara dari Kalimantan ke Cilacap,” kata Aher.

Ketua II Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Ciacap, Indon Cahyono mengatakan, untuk menjamin produksi listrik nasional PLTU dapat menggunakan dermaga batu bara di Pelabuhan Tanjung Intan.

Saat dikonfirmasi mengenai masalah itu, Manajer Teknik PLTU Cilacap Sutikno mengatakan, mesti antrean tongkang dibatasi, cadangan batu bara tetap banyak. Tak ada masalah selama cadangan kami banyak,” ujarnya. (MDN)


Koran Kompas, 19 Mei 2009


May 22, 2009

Produksi batu bara hanya 30 juta ton


Produksi batu bara hanya 30 juta ton

JAKARTA: Produksi batu bara selama kuartal I tahun ini hanya mencapai 30 juta ton, meleset 25 juta ton dari target 55 juta ton, akibat cuaca buruk dan alasan teknis lainnya dari perusahaan batu bara.

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral dan Batu Bara Direktorat Jenderal Mineral, Batu Bara, dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariono mengakui realisasi produksi batu bara nasional pada kuartal I 2009 hanya mencapai 30 juta ton.

"Pencapaian produksi batu bara secara rata-rata memang mengalami penurunan. Namun, itu itu disebabkan oleh musim hujan dan alasan teknis lainnya," ujarnya Rabu.

Namun demikian, lanjutnya, departemen sudah meminta produsen batu bara untuk mengejar target produksi di kuartal kedua. "Mereka [produsen batu bara] sudah berjanji akan memenuhi target produksi kuartal kedua ini."

Menurut dia, pemerintah telah menargetkan produksi batu bara nasional sepanjang 2009 mencapai 220 juta ton. Penurunan harga batu bara di pasar internasional juga ikut mendorong tidak tercapainya target produksi komoditas tambang itu pada kuartal pertama.

Sebelumnya beberapa kalangan pengusaha batu bara juga sudah memproyeksikan bahwa sepanjang 2009 bisnis batu bara mengalami perlambatan. Selain penurunan harga komoditas itu di pasar internasional, kegiatan penambangan tahun ini juga akan menurun di seluruh dunia, terkait dengan krisis ekonomi global.

Selama 2007, pemerintah menargetkan produksi batu bara sekitar 217 juta ton, kemudian naik menjadi 225 juta ton pada 2008 karena kondisi pasar batu bara cukup menjanjikan. Namun, pada tahun ini target produksi batu bara hanya di level 220 juta ton.

Director Indonesian Coal Society Singgih Widagdo mengatakan faktor cuaca memang akan memengaruhi pencapaian produksi batu bara. Namun, cuaca buruk hanya terjadi pada November 2008 hingga Januari 2009.

"Lagipula tidak di semua wilayah terkena dampak buruk cuaca. Dari puluhan perusahaan batu bara, tidak semuanya juga terkena dampak cuaca," ujarnya.

Menurut dia, penurunan pencapaian produksi batu bara nasional pada kuartal pertama ini lebih disebabkan oleh penurunan permintaan dari konsumen akibat krisis ekonomi global.

Contohnya pada 2008, kondisi pasar global cukup kuat seiring dengan kuatnya likuiditas sehingga permintaan dan harga komoditas tambang juga bagus. Pada tahun ini, lanjutnya, kondisi pasar beralih menjadi buyer market akibat turunnya likuiditas dan permintaan.

Dia mengatakan dilihat dari pertumbuhan ekonomi di negara-negara Asia, seperti China sebesar 6,5%, India 4%, dan negara Asia lainnya sekitar 3%, pertumbuhan batu bara juga tidak akan terlalu tinggi karena perlambatan di sektor industri dan kelistrikan. (12)

Bisnis Indonesia, 22 Mei 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A63&cdate=22-MAY-2009&inw_id=674715

Menhub minta usia kapal impor tidak dibatasi


Menhub minta usia kapal impor tidak dibatasi

JAKARTA: Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal meminta Departemen Perindustrian tidak menerapkan kebijakan batasan usia kapal impor maksimal 15 tahun, yang rencananya diberlakukan secara bertahap mulai tahun depan.

Menhub menilai kebijakan tersebut mengancam kelancaran implementasi penuh asas cabotage yang mewajibkan komoditas domestik diangkut dengan kapal berbendera Indonesia mulai 2011.

Menurut dia, yang terpenting adalah kapal yang diimpor harus mempunyai sejarah perawatan secara berkala, sehingga tingkat keselamatan dan keamanan bisa dipertanggungjawabkan.

"Janganlah [pembatasan usia kapal impor], sebab Dephub ada asas cabotage. Kalau dibatasi, kita tidak punya kapal. Saya juga sudah bicara dengan Pak Fahmi Idris [Menperin] agar dipertimbangkan," ujarnya seusai meresmikan Lion Village Facility, Rabu.

Direktur Jenderal Industri Alat Transportasi dan Telematika Depperin Budi Darmadi sebelumnya mengatakan pemerintah secara bertahap akan mengurangi batas usia kapal bekas mulai 2010, guna mendorong perkembangan industri galangan kapal di dalam negeri.

"Pada tahun depan, usia kapal yang diimpor tidak boleh lebih dari 20 tahun. Pada 2011, usia kapal bekas impor maksimal 15 tahun," jelasnya. (Bisnis, 2 Mei)

Jusman menuturkan untuk menggairahkan industri galangan kapal di dalam negeri, pemerintah sebaiknya lebih memilih opsi menyinergikan sektor perkapalan dan perbankan atas inisiatif pihak terkait daripada membatasi usia kapal impor.

Selain itu, lanjutnya, Depperin bisa melakukan pembatasan tonase dari kapal dan dilakukan secara bertahap.

Dia menegaskan agar asas cabotage bisa berjalan dengan lancar, sebaiknya pemerintah lebih memperhatikan perusahaan pelayaran sehingga industri galangan kapal juga ikut bertumbuh.

"Kecuali kalau galangan kapal dalam waktu 2 tahun bisa membangun kapal yang besar-besar sesuai dengan yang dibutuhkan pelayaran," paparnya.

Sejumlah perusahaan pelayaran nasional diketahui menunda pembelian kapal bekas, menyusul rencana pemerintah membatasi usia kapal impor maksimal 15 tahun secara bertahap.

Ketua Dewan Penasihat Broker Kapal Indonesia Reinhard L.B. Tobing memaparkan baru-baru ini ada perusahaan pelayaran nasional yang membatalkan impor kapal bekas dari Malaysia, karena adanya pembatasan usia kapal.

"Jika hal seperti ini terus terjadi, berpotensi menghambat implementasi asas cabotage, terutama untuk angkutan muatan cair dan minyak di dalam negeri," ujarnya.

Johnson W. Sutjipto, Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners' Association (INSA), menilai pembatasan usia kapal impor tidak dapat menjamin perusahaan pelayaran membangun kapal baru di dalam negeri.

"Kebijakan untuk membatasi usia kapal dijamin tidak memecahkan masalah dalam menghidupkan industri galangan kapal nasional," ujarnya.

Dia tidak meragukan kemampuan industri galangan kapal nasional, tetapi perusahaan pelayaran masih memilih memesan ke galangan kapal luar negeri karena harganya lebih murah 17% dibandingkan dengan dibangun di dalam negeri.

Johnson yang juga pengusaha galangan kapal itu mengatakan tingginya harga kapal dibangun di dalam negeri karena ada kewajiban untuk membayar bea masuk, PPN, dan PPh untuk kebutuhan komponen kapal yang sebagian masih diimpor. (22/ Aidikar M. Saidi)

Bisnis Indonesia, 22 Mei 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=22-MAY-2009&inw_id=674748

Menhub minta usia kapal impor tidak dibatasi


Menhub minta usia kapal impor tidak dibatasi

JAKARTA: Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal meminta Departemen Perindustrian tidak menerapkan kebijakan batasan usia kapal impor maksimal 15 tahun, yang rencananya diberlakukan secara bertahap mulai tahun depan.

Menhub menilai kebijakan tersebut mengancam kelancaran implementasi penuh asas cabotage yang mewajibkan komoditas domestik diangkut dengan kapal berbendera Indonesia mulai 2011.

Menurut dia, yang terpenting adalah kapal yang diimpor harus mempunyai sejarah perawatan secara berkala, sehingga tingkat keselamatan dan keamanan bisa dipertanggungjawabkan.

"Janganlah [pembatasan usia kapal impor], sebab Dephub ada asas cabotage. Kalau dibatasi, kita tidak punya kapal. Saya juga sudah bicara dengan Pak Fahmi Idris [Menperin] agar dipertimbangkan," ujarnya seusai meresmikan Lion Village Facility, Rabu.

Direktur Jenderal Industri Alat Transportasi dan Telematika Depperin Budi Darmadi sebelumnya mengatakan pemerintah secara bertahap akan mengurangi batas usia kapal bekas mulai 2010, guna mendorong perkembangan industri galangan kapal di dalam negeri.

"Pada tahun depan, usia kapal yang diimpor tidak boleh lebih dari 20 tahun. Pada 2011, usia kapal bekas impor maksimal 15 tahun," jelasnya. (Bisnis, 2 Mei)

Jusman menuturkan untuk menggairahkan industri galangan kapal di dalam negeri, pemerintah sebaiknya lebih memilih opsi menyinergikan sektor perkapalan dan perbankan atas inisiatif pihak terkait daripada membatasi usia kapal impor.

Selain itu, lanjutnya, Depperin bisa melakukan pembatasan tonase dari kapal dan dilakukan secara bertahap.

Dia menegaskan agar asas cabotage bisa berjalan dengan lancar, sebaiknya pemerintah lebih memperhatikan perusahaan pelayaran sehingga industri galangan kapal juga ikut bertumbuh.

"Kecuali kalau galangan kapal dalam waktu 2 tahun bisa membangun kapal yang besar-besar sesuai dengan yang dibutuhkan pelayaran," paparnya.

Sejumlah perusahaan pelayaran nasional diketahui menunda pembelian kapal bekas, menyusul rencana pemerintah membatasi usia kapal impor maksimal 15 tahun secara bertahap.

Ketua Dewan Penasihat Broker Kapal Indonesia Reinhard L.B. Tobing memaparkan baru-baru ini ada perusahaan pelayaran nasional yang membatalkan impor kapal bekas dari Malaysia, karena adanya pembatasan usia kapal.

"Jika hal seperti ini terus terjadi, berpotensi menghambat implementasi asas cabotage, terutama untuk angkutan muatan cair dan minyak di dalam negeri," ujarnya.

Johnson W. Sutjipto, Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners' Association (INSA), menilai pembatasan usia kapal impor tidak dapat menjamin perusahaan pelayaran membangun kapal baru di dalam negeri.

"Kebijakan untuk membatasi usia kapal dijamin tidak memecahkan masalah dalam menghidupkan industri galangan kapal nasional," ujarnya.

Dia tidak meragukan kemampuan industri galangan kapal nasional, tetapi perusahaan pelayaran masih memilih memesan ke galangan kapal luar negeri karena harganya lebih murah 17% dibandingkan dengan dibangun di dalam negeri.

Johnson yang juga pengusaha galangan kapal itu mengatakan tingginya harga kapal dibangun di dalam negeri karena ada kewajiban untuk membayar bea masuk, PPN, dan PPh untuk kebutuhan komponen kapal yang sebagian masih diimpor. (22/ Aidikar M. Saidi)

Bisnis Indonesi, 22 Mei 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=22-MAY-2009&inw_id=674748

Biaya bungker kapal turun lagi


Biaya bungker kapal turun lagi

JAKARTA: Biaya bahan bakar kapal atau bungker kembali turun sejak 15 Mei 2009 sebagaimana tertuang dalam surat edaran Manajer Pemasaran BBM Industri & Marine PT Pertamina Region III Indra Edi Santoso kepada pelanggan pelayaran.

Bungker kapal per kiloliter (kl) di dalam negeri untuk jenis minyak solar yang semula Rp4.665.000 kini menjadi Rp4.585.000, minyak diesel dari Rp4.565.000 menjadi Rp4.500.000, dan minyak bakar dari Rp3.980.000 menjadi Rp3.883.000.

Adapun biaya bungker terhadap kapal luar negeri untuk jenis minyak solar yang semula US$429,6 per kl turun menjadi US$432,2, minyak diesel dari US$420,4 menjadi US$424,2, dan bungker minyak bakar dari US$386,6 menjadi US$366. (Bisnis/k1)

Bisnis Indonesia, 22 Mei 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=22-MAY-2009&inw_id=674749

May 18, 2009

Kapal Indonesia Semakin Eksis Layani Pelayaran Internasional


Kapal Indonesia Semakin Eksis Layani Pelayaran Internasional


MedanBisnis – Belawan
Keberadaan kapal Indonesia dalam melayani angkutan internasional tampaknya semakin eksis. Ini setidaknya bisa dilihat sepanjang tahun 2009 di Pelabuhan Belawan, di mana jumlah kapal berbendera Indonesia yang melayani pelayaran internasional mengalami peningkatan signifikan, sementara kapal asing turun drastis.
Data yang dihimpun MedanBisnis dari Pelindo I Cabang Belawan menyebutkan, selama Januari 2009 jumlah kapal Indonesia yang melayani angkutan luar negeri melalui Pelabuhan Belawan sebanyak 58 call. Sementara Februari jumlahnya 65 call atau terjadi peningkatan sekitar 10,76%.
Sesuai data, selama Januari 2009 jumlah kapal asing yang melakukan aktivitas pelayaran luar negeri melalui Pelabuhan Belawan tercatat 254 call. Sementara Februari 198 call atau turun sekitar 22%. Negara tujuan kapal Indonesia yang melayani angkutan luar negeri melalui Pelabuhan Belawan yakni Singapura, Port Klang, Lumut, dan Penang. Sedangkan komoditas ekspor yang diangkut adalah metanol dan ikan. Sementara komoditas impor yang dibawa yaitu aspal, peti kemas dan barang campuran.
Manajer Umum Pelindo I Cabang Belawan, Sri Suyono mengatakan, sepanjang tahun 2009 jumlah kapal yang menyinggahi Pelabuhan Belawan mengalami penurunan.
Menurut mantan Humas Pelindo I Medan itu, selama Januari - Februari 2009 jumlah kapal yang melayani pelayaran luar negeri sebanyak 263 call, sementara periode serupa 2008 jumlahnya 312 call.
“Berarti terjadi penurunan sekitar 15,7%. Sedangkan jumlah kapal pelayaran dalam negeri yang singgah di Pelabuhan Belawan selama Januari-Februari 2009 tercatat 353 call, sementara periode serupa 2008 jumlahnya 340 atau terjadi penurunan sekitar 3,68 %,” jelasnya. *wismar simanjuntak

Medan Bisnis Online, 16 April 2009

http://www.medanbisnisonline.com/2009/04/16/kapal-indonesia-semakin-eksis-layani-pelayaran-internasional/

Perketat Izin sebelum Berlayar


Perketat Izin sebelum Berlayar


JAJARAN Dinas Perhubungan laut diminta untuk memperketat izin kelaikan kapal sebelum berlayar. Penegasan ini disampaikan Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Bengkalis H Joni Syafrial kepada Riau Pos, Senin (27/4) di Bengkalis, menyikapi musibah pompong karam yang menewaskan delapan penumpang dan puluhan lainnya cedera di perairan Mundam Dumai.

‘’Jangan paksakan kapal berlayar kalau memang tidak layak untuk berlayar. Pastikan betul bahwa kondisi kapal layak dan dilengkapi dengan peralatan keselamatan penumpang. Jangan sampai musibah kapal karam di Dumai, terjadi di Bengkalis,’’ ujar Kadishub Bengkalis tersebut.

Menurutnya, sesuai dengan ketentuan sebelum kapal berlayar harus dicek dulu kondisi kelaikan kapal tersebut. Apakah kondisi kapal benar-benar layak untuk berlayar. Kalau memang kondisi kapal sudah tua dan dinilai tidak layak lagi untuk berlayar apalagi membawa penumpang, jangan dipaksakan. Kapal tersebut jangan diberikan izin berlayar. Hal ini tidak hanya melanggar aturan pelayaran, tapi bisa membahayakan penumpang dan ABK kapal sendiri. Untuk itu, petugas perhubungan dan pelabuhan, harus tegas dan tidak bermain-main dalam memberikan izin kelaikan kapal berlayar.

Di sisi lainnya, Kadishub juga meminta agar pengelola jasa angkutan kapal untuk melengkapi kapalnya dengan fasilitas keselamatan bagi penumpang. Hal ini penting mengingat kenyamanan dan keselamatan penumpang merupakan salah satu prioritas yang mutlak dan harus disediakan. ‘’Jasa angkutan kapal harus menyediakan alat keselamatan. Kalau tidak disediakan, jangan diberkan izin berlayarnya. Ini kententuan dan persyaratan yang harus di penuhi. Kalau enggan mematuhi ketentuan, izin trayek kapalnya akan dicabut,’’ tegas Kadishub.

Harus Waspada
Menyinggung banyaknya pompong-pompong antara pulau yang beroperasi di Meranti, Kadishub mengingatkan agar masyarakat dan pengelola jasa angkutan pompong selalu waspada. Untuk pompong-pompong yang sudah tua, jangan lagi dioperasikan. Bagi pompong yang ukurannya kecil, jangan di paksakan mengangkut penumpang, meskipun untuk berlayar antar pulau.

‘’Untuk di Meranti, waspadai kondisi cuaca yang memang tidak stabil akhir-akhir ini. Lebih penting, jika cuaca tidak bagus dan kondisi pompong kecil, jangan paksakan berlayar. Tunda pelayaran sehingga kondisi cuaca benar-benar baik. Untuk petugas Dishub dan pelabuhan, kita minta tetap waspada dengan memantau aktivitas pergerakan kapal di masing-masing daerah,’’ imbuh Joni Syafrial.(rnl)

Laporan Ruslan, Selatpanjang

Riau Pos, 28 april 2009

http://www.riaupos.info/main/index.php?mib=berita.detail&id=9183#

IOSA Minta Dephub Tak Kaku Terapkan Roadmap Azas Cabotage


IOSA Minta Dephub Tak Kaku Terapkan Roadmap Azas Cabotage


Departemen perhubungan mulai memperketat ijin pengopreasian penggunaan kapal asing (PPKA) untuk menuju roadmap azas cabotage secara penuh pada awal tahun 2011. Namun perjalanan menuju 100% azas cabotage itu nampaknya tidak mudah. Sebab, faktanya di lapangan masih ada bidang usaha pelayaran yakni Offshore (lepas pantai) yang sulit untuk mewujudkan hal itu lantaran karakteristik usahanya berbeda dengan pelayaran lain. Pelayaran ini khusus melayani kebutuhan bagi kontraktor minyak dan gas (pengeboran minyak di lepas pantai) dan kapal yang dibutuhkan adalah kapal yang spesifik yang kebanyaka berbendera asing.

Menyikap roadmap azas cabotage tersebut, para perusahaan pelayaran yang tergabung daam wadah organisasi IOSA (Indonesian Offshore Shipping Association) menggelar rapat pleno di Jakara baru-baru ini (22/4) guna menyatakan sikap untuk dijadikan pertimbangan bagi Departemen Perhubungan soal pemberlakuan roadmap tersebut.

Kepada wartawan usai memimpin Rapat Pleno, Ketua Umum IOSA Capt. Budhi Siregar mengatakan, pada prinsipnya IOSA mendukung pelaksanaan azas cabotage. Namun disisi lain, IOSA juga tidak ingin aktifitas usaha eksplorasi migas yang merupakan proyek Negara menjadi terganggu lantaran kebijakan azas cabotage yang kaku.

“Jadi kami mengharapkan agar roadmap azas cabotage tidak dilaksanakan secara kaku. Ini bukan semata kepentingan kami IOSA tetapi adalah kepentingan naisonal.” kata Budhi Siregar yang juga didampingi oleh Sekjen, Nico Tanzil dan bendahara H.D. Lubis.

Ditegaskan Budhi, kalau memang kita masih membutuhkan kapal asing yang memang juga tidak ada di Indonesia, kenapa harus dipaksakan azas cabotage jika nantinya akan berdampak pada terganggunya perekonomian nasional. Sebut saja di sekotr batubara dan muatan BBM termasuk juga kegiatan offshore.

Dikatakan, sampai saat ini maish ada sekitar 80 kapal asing yang melayani kegiatan offshore di Indonesia. 80 kapal itu diasumsikan senilai US$1 miliar. Pertanyaannya, apa mungkin dalam waktu 22 bulan (dari sekarang hingga awal 2011) perusaahn pelayaran sector ini dapat mewujudkannya. Disisi lain, lanjutnya, perlu juga dipertimbangkan beberapa hal soal alih bendera. Antara lain soal dana, dimana sampai Semarang bank di Indonesia tidak ada skim khusus ke pelayaran sebagaimana di negara lain. Kalau di negara lain bunga bank untuk pelayaran antara 4 sampai 6%, sedangkan di Indonesia disamaratakan yakni antara 12 sampai 14%.

“Selain itu, kalaupun toh ada dana, kapalnya belum tentu ada karena pemiliknya tak menjual. Kalaupun mau dijual, karena asing tahu bahwa Indonesia sangat butuh kapal itu, apa harganya tidak akan ditinggikan. Dan terakhir, kalaupun itu terbeli semua apakah Indonesia nantinya tidak akan dipenuhi oelh kapal-kapal tua. Inilah yang perlu menjadi pertimbangan pemerintah untuk masalah pelayaran offshore,” jelas Budhi Siregar.

Hal lain yang perlu diketahui kata Siregar, kapal-kapal offshore itu nilainya relatif mahal daripada kapal kargo lain. Sebab, meskipun kecil ukurannyam namun padat teknologi yang terus berkembang sesuai dengan kebutuhan perusahaan perusahaan pengeboran migas.

Beberapa jenis kapal yang utama disini antara lain Tug Biat, Utility Boat Supply Vessel, Anchor Handling Tug dan Anchor Handling Tug & Supply Vessel, untuk kapal bekasnya saja 1 unit bisa mencapai US$10 juta.

Soal PPKA, Budhi Siregar juga mengharapkan agar Ditjen Perhubungan Laut ketika meminta rekomendasi kepada asosiasi, maka hendaknya disesuaikan dengan rekomendasi yang diminta itu.

”Soal rekomendasi ini, sering saya katakan bahwa sebenarnya dan mestinya Perhubungan Lautlah yang lebih tahu persis kondisi kebutuhan kapal. Sedangkan asosiasi itu ya hanya tahu tentang anggotanya saja, sedang di luar itu juga ada perusahaan pelayaran yang tidak menjadi anggota asosiasi,” paparnya. (A. Habib)


Mingguan Maritim, No. 547 Th. XI Edisi 28 April - 04 Mei 2009

May 15, 2009

PELABUHAN: Juni, Kapal Kayu Keluar Panjang

PELABUHAN: Juni, Kapal Kayu Keluar Panjang

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Kapal kayu milik pelayaran rakyat (pelra) yang sandar di Dermaga C Pelabuhan Panjang, ditargetkan keluar pada Juni 2009. Tiga lokasi disiapkan, yakni belakang Terminal Sukaraja, Lempasing, dan Srengrem.

Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Lampung Haryo Satmiko mengatakan tengah memperjuangkan pembangunan dermaga ke Departemen Perhubungan. Dana pemindahan dermaga yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) baru sebatas studi kelayakan. "Departemen Perhubungan bersedia membantu, tetapi harus ada studi kelayakan. Kami sudah melelang untuk FS (feasibility study)," kata Haryo Satmiko.

Menanggapi target Pelindo II Cabang Panjang yang menargetkan Juni seluruh kapal harus keluar, Haryo mengatakan lebih cepat lebih baik. "Pelayaran rakyat memang tak bisa didekati secara bisnis, karena ini bentuk pelayanan pemerintah kepada pelayaran rakyat," kata Haryo.

Di tempat terpisah, Manajer Pelayanan dan Jasa Pelindo II Cabang Panjang, Abdul Muis, mengatakan dari tiga alternatif pelabuhan yang diseleksi yang paling berpeluang adalah eks pelabuhan Srengsem. "Dalam masterplan pelabuhan, dermaga Srengsem paling baik," ujar Abdul Muis.

Di lingkungan Pelindo II, kata Abdul Muis, hanya di Pelabuhan Panjang yang masih ada dermaga kapal kayu. Di Sumatera Selatan dermaga kapal kayu berada di Sungai Lais, Jakarta (Sunda Kelapa, Marunda, Kalibaru), dan Sumatera Barat di Muara Padang.

"Keberadaan kapal kayu di lingkungan pelabuhan internasional seperti Panjang, memang mengganggu olah gerak dan keselamatan alur keluar masuk kapal," kata Muis.

Penyebabnya, menurut Muis, karena sempitnya dermaga dan sistem sandar yang memakai pola susun sirih. Pola ini membuat kapal tersusun hingga belasan kapal.

Umumnya, kata dia, kapal kayu milik pelra tidak layak laut (seaworthinees) seperti memiliki radio dan jangkar. Selain itu, jadwal kedatangan dan keberangkatan kapal kayu tidak teratur. Belum lagi waktu sandar di dermaga yang bisa mencapai 20 hari.n MIN/E-2

Lampung Post, 2 April 2009

http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2009040206462740

PLN finalisasi akuisisi BUMN pelayaran


PLN finalisasi akuisisi BUMN pelayaran

JAKARTA: PT Perusahaan Listrik Negara segera merampungkan akuisisi BUMN pelayaran PT Bahtera Adiguna dengan nilai transaksi Rp65 miliar-Rp70 miliar.

Direktur Utama PLN Fahmi Mochtar mengatakan kendati akuisisi belum sepenuhnya dirampungkan, BUMN kelistrikan itu akan menyuntik dana awal Rp30 miliar sebagai dana talangan untuk mendukung operasional Bahtera Adiguna.

"Kalau Bahtera Adiguna diambil alih, dampaknya akan sangat besar bagi perusahaan karena bisa membantu distribusi komoditas batu bara ke berbagai lokasi pembangkit milik PLN," katanya seusai rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Rabu.

Menurut Fahmi, sejauh ini PLN masih mengandalkan kegiatan pengangkutan batu bara dari perusahaan lain dan kini masih memfinalisasi akuisisi Bahtera Adiguna.

"Nilai akuisisi tidak jauh dari taksiran sebelumnya yang dilakukan oleh PwC [Price Water House Cooper] saat Bahtera Adiguna akan diakuisisi oleh PTBA [PT Tambang Batubara Bukit Asam]. Harga yang dijadikan patokan saat ini berdasarkan penghitungan yang dilakukan oleh Departemen Keuangan," ungkap Fahmi.

Dalam rekomendasi yang disusun oleh PwC, nilai akuisisi 100% saham Bahtera ditetapkan sebesar Rp74 miliar. Penyusunan harga itu didasarkan pada laporan keuangan Bahtera per 30 September 2007.

Bahtera Adiguna diakuisisi oleh PLN, setelah sebelumnya pemegang saham PTBA tidak menyetujui akuisisi tersebut. PLN akan menggunakan dana internal untuk akuisisi Bahtera.

Berdasarkan catatan Bisnis, metode pembayaran akuisisi Bahtera Adiguna oleh PLN melalui mekanisme pengalihan saham sehingga tidak terjadi transaksi tunai, mengingat para pihak yang bertransaksi dimiliki 100% sahamnya oleh pemerintah.

Salah satu perusahaan pelayaran yang sejauh ini menjadi mitra PLN dalam pengangkutan batu bara adalah PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk. Perusahaan pelayaran swasta ini beberapa waktu lalu memperoleh kontrak sebesar Rp3,3 triliun untuk mengangkut batu bara ke pembangkit listrik Tanjung Jati B, Jawa Tengah.

Langkah PLN yang memilih Arpeni itu direspons oleh Kementerian BUMN dengan meminta BUMN kelistrikan itu juga melibatkan perusahaan pelayaran milik pemerintah, yakni Bahtera Adiguna dan Djakarta Llyod.

"Kami menilai kerja sama dengan Arpeni tidak cukup, karena banyak pembangkit yang harus dipasok batu bara. Ini baru untuk proyek 10.000 MW tahap pertama, dan belum yang tahap kedua," lanjut Fahmi.

Oleh Bambang P. Jatmiko

Bisnis Indonesia harian, 15 Mei 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=15-MAY-2009&inw_id=673510


Batasan usia kapal ancam asas cabotage


Batasan usia kapal ancam asas cabotage
Pembatalan order mulai melanda galangan nasional

JAKARTA: Pemesanan impor kapal bekas dari sejumlah perusahaan pelayaran nasional untuk memenuhi asas cabotage mulai terhambat, menyusul rencana pemerintah membatasi usia kapal maksimal 15 tahun secara bertahap mulai tahun depan.

Ketua Dewan Penasihat Asosiasi Perusahaan Broker Kapal Indonesia (ISBA) Reinhard L.B. Tobing mengungkapkan sejumlah kapal milik perusahaan di Asia, seperti Malaysia dan Singapura yang direncanakan masuk ke Indonesia melalui proses impor terpaksa ditunda seiring dengan adanya aturan baru itu.

"Baru-baru ini ada perusahaan pelayaran nasional yang sudah berencana mendatangkan kapal tanker bekas dari Malaysia, tetapi dengan adanya pembatasan usia kapal itu, impor tidak jadi dilakukan atau ditunda," katanya kepada Bisnis, kemarin.

Dia memaparkan organisasinya banyak menerima pertanyaan dari pemilik kapal luar negeri terkait dengan penundaan pesanan dari sejumlah perusahaan pelayaran dalam negeri sebagai dampak dari batasan usia kapal bekas impor maksimal 15 tahun.

"Jika hal seperti ini terus terjadi, berpotensi menghambat implementasi asas cabotage [komoditas domestik wajib diangkut dengan kapal berbendera Indonesia] pada 2011, terutama untuk angkutan muatan cair dan minyak di dalam negeri," ujarnya.

Peraturan Menteri Perdagangan No. 49/ 2007 mengatur tentang ketentuan impor barang modal bukan baru, termasuk kapal bekas berusia di bawah 25 tahun. Namun, mulai tahun depan akan dipangkas menjadi 20 tahun, dan pada 2011 ditargetkan sudah tidak ada kapal bekas yang impor melewati batas usia 15 tahun.

Pembatalan kontrak

Pembatalan pemesanan kapal baru juga mulai melanda perusahaan galangan nasional. Salah satu perusahaan galangan PT Dumas Tanjung Perak Shipyard batal membangun tiga unit kapal dari Damen Shipyards Gorinchem, Belanda, senilai US$36 juta.

Damen membatalkan kontrak pembangunan tiga unit tug boat (kapal penarik) kepada Dumas Tanjung Perak karena pemesan dari Amerika Selatan batal menandatangani kontrak pada Januari 2009.

"Memang baru ada satu perusahaan galangan yang melaporkan adanya pembatalan pesanan kapal baru untuk ekspor," ujar Sekretaris Jenderal Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai (Iperindo) Wing Wirjawan.

Direktur Utama PT Dumas Tanjung Perak Shipyard Yance Gunawan membenarkan adanya pembatalan kontrak pesanan pembangunan tiga kapal dari Belanda yang dipesan oleh perusahaan pelayaran dari Amerika Selatan. k1/Tularji/Aidikar M. Saidi) (redaksi@bisnis.co.id)

Bisnis Indonesia Harian, 15 Mei 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=15-MAY-2009&inw_id=673508

PLN Kaji Ulang Penilaian Akuisisi BAG


PLN Kaji Ulang Penilaian Akuisisi BAG

Jakarta - PT PLN (Persero) akan mengulang proses penilaian akuisisi BUMN angkutan batubara Bahtera Adhiguna (BAG). Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan kemampuan PLN dalam menyediakan dana.

Menurut Dirut PLN Fahmi Mochtar, berdasarkan penilaian PricewaterCooper sebelumnya, nilai akuisisi BAG mencapai sekitar Rp 70 miliar. Namun hingga kini PLN baru bisa menyediakan dana talangan sebesar Rp 30 miliar.

"Nilainya kalau mau dijadikan referensi waktu penilaian PWC mendekati Rp 70 miliar. Tapi itu harus kita ulang lagi soal penilaian, sekarang kami baru bisa memberikan dana talangan sekitar Rp 30 miliar, untuk supaya dia bisa beroperasi. Dana talangan itu dari internal," katanya di sela-sela rapat dengan Komisi VI di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (13/5/2009) malam.

Menurut Fahmi, akuisisi BAG ini akan berdampak besar pada PLN karena PLN sangat membutuhkan angkutan logistik, antara lain batubara. Selama ini PLN masih menggunakan jasa angkutan dari perusahaan lain meski sudah memiliki anak perusahaan angkutan batubara.

"Jadi kalau ini dikawinkan PLN punya anak perusahan batubara dan punya armada angkutan batubara. Berarti lock circle dengan jaminan pasokan jadi terpenuhi. Tahun ini diharapakan akuisisi selesai. Intinya mengamankan pasokan batubara untuk PLN sekaligus mengamankan BUMN yang hampir game (mati)," katanya.

Sementara Menneg BUMN Sofyan Djalil menjelaskan, akuisisi ini diperlukan agar angkutan batubara PLN bisa terjamin.

"Tidak ada masalah, PLN membutuhkan untuk pengangkutan batubara supaya tidak tergantung pihak ketiga. Sekarang sedang proses, sudah mereka kasih pinjam uang untuk merestrukturisasi perusahaan," katanya. (ang/qom)

Angga Aliya ZRF - detikFinance

Detik Finance, 14 Mei 2009

http://www.detikfinance.com/read/2009/05/14/074814/1131133/4/pln-kaji-ulang-penilaian-akuisisi-bag

PLN Selesaikan Akuisisi Bahtera Adiguna di 2009


PLN Selesaikan Akuisisi Bahtera Adiguna di 2009


Jakarta - Setelah tertunda tahun lalu, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) bertekad menyelesaikan akuisisi BUMN perkapalan PT Bahtera Adiguna tahun ini. PLN juga sudah memberikan dana talangan ke Bahtera Adiguna.

"Tahun ini akuisisi harus sudah selesai," kata Direktur Utama PLN Fahmi Mochtar usai rapat kerja bersama Komisi VI DPR di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (13/5/2009) malam.

Menurut Fahmi, PLN sudah mendapatkan kewenangan dari Menneg BUMN untuk melakukan akuisisi itu. "Dan itu sudah kita lakukan nilainya kalau mau dijadikan referensi waktu penilaian PWC mendekati Rp 70 miliar tapi itu harus ulang lagi soal penilaian," ujar Fahmi.

Dia juga menjelaskan, sekarang PLN baru bisa memberikan dana talangan sekitar Rp 30 miliar agar Bahtera Adiguna bisa beroperasi. Dana talangan itu berasal dari internal PLN.

Jika PLN sudah merampungkan akuisisi ini, menurut Fahmi akan berdampak sangat besar bagi perusahaan karena PLN banyak membutuhkan angkutan logistik antara lain batubara.

"Selama ini kami menggunakan angkutan lain, PLN sendiri sudah punya angkutan anak perusahaan batubara. Jadi kalau ini dikawinkan PLN punya anak perusahaan batubara dan punya armada angkutan batubara berarti lock circle
dengan jaminan pasokan jadi terpenuhi," tuturnya.

Mengenai kontrak pengangkutan batubara dengan PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk (APOL), menurut Fahmi itu hanya satu lokasi saja.

"Lokasi lain kan masih banyak belum lagi pengangkutan untuk proyek 10 ribu MW tahap dua," katanya.

Diakui Fahmi untuk saat ini jumlah armada Bahtera Adiguna masih sedikit. "Tapi kita akan berusaha karena tergantung pasar PLN sendiri. Intinya mengamankan pasokan batubara untuk PLN sekaligus mengamankan BUMN yang hampir game (mati)," katanya.

Sementara Menneg BUMN Sofyan Djalil mengaku tidak masalah atas akuisisi PLN terhadap Bahtera Adiguna. "Tidak ada masalah PLN membutuhkan untuk pengangkutan batubara supaya tidak tergantung pihak ketiga," katanya.

Menurut Sofyan proses akuisisi itu sedang dalam proses. "Sekarang sedang proses sudah mereka (PLN) kasih pinjam uang merestrukturisasi perusahaan itu," katanya.
(ir/ir)

Angga Aliya ZRF - detikFinance

Detik Finance, 14 Mei 2009

http://www.detikfinance.com/read/2009/05/14/095617/1131213/4/pln-selesaikan-akuisisi-bahtera-adiguna-di-2009


May 8, 2009

Formulasi tally diajukan lagi

Formulasi tally diajukan lagi

JAKARTA: Penyedia jasa pencatatan dan penghitungan keluar masuk barang dan peti kemas (tally) mandiri di Pelabuhan Tanjung Priok menyodorkan formulasi baru mengenai tarif dan mekanisme penagihannya kepada Ditjen Perhubungan Laut Dephub.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Tally Mandiri Indonesia (APTMI) FS Popal mengatakan upaya tersebut ditempuh guna mencari solusi agar kegiatan tally bisa segera dilaksanakan secara proporsional di pelabuhan itu.

"Implementasinya [tally] sudah terkatung-katung hampir 2 tahun karena masih ada sorotan dan pertentangan dari sebagian kalangan. Padahal kegiatan itu merupakan amanat Keputusan Menhub dan tertuang dalam UU No.17/2008 tentang Pelayaran," ujarnya kepada Bisnis kemarin.

Kegiatan tally mandiri di pelabuhan wajib dilakukan atas kapal domestik dan internasional yang melakukan bongkar muat kargo dan peti kemas sebagaimana tertuang dalam KM Menhub No.15/2007 tentang Tally Mandiri.

Untuk itu, kata Popal, asosiasinya telah menyampaikan formulasi baru implementasi tally di Tanjung Priok kepada Ditjen Perhubungan Laut pada pekan lalu.

Formulasi yang disampaikan a.l. menyangkut revisi tarif tally yang sebelumnya mengacu pada tarif tally oleh perusahaan bongkar muat (PBM).

"Dulu kami mengacu pada tarif tally yang dilakukan PBM dengan menggabungkan tiga kelompok kegiatan menjadi satu kelompok. Ternyata besarannya tidak proporsional. Kini akan kami kembalikan menjadi tiga kelompok."

Dia mengungkapkan kelompok itu terdiri atas barang kargo umum, barang dalam kemasan atau peti kemas, dan bahan baku.

"Untuk bahan baku seperti besi dan baja direvisi dari sebelumnya Rp2.830 per ton menjadi Rp1.010 per ton, sedangkan untuk peti kemas juga akan direvisi," urainya. (k1)

Bisnis Indonesia Harian, 7 Mei 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=07-MAY-2009&inw_id=671912

Pelayaran masih butuh intervensi

Pelayaran masih butuh intervensi
1 Tahun UU Pelayaran belum tuntaskan hambatan

Hari ini, Undang-undang (UU) Pelayaran tepat berusia 1 tahun. UU yang merupakan titik balik bagi industri pelayaran nasional itu diteken oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 7 Mei 2008.

Dalam kurun waktu 1 tahun, gairah industri pelayaran semakin kelihatan, apalagi UU itu mengokohkan spirit asas cabotage yang mewajibkan angkutan komoditas domestik menggunakan kapal berbendera Indonesia, mulai diterapkan secara penuh pada 1 Januari 2011.

Sejauh ini, asas cabotage memberikan dampak positif bagi pelaku pelayaran kendati implementasinya cukup problematik. Hal itu dapat dilihat dari angka pengadaan kapal nasional yang cenderung naik, terutama dalam 4 tahun terakhir.

Data Departemen Perhubungan mengungkapkan jumlah armada niaga nasional sampai triwulan I/ 2009 mencapai 8.387 unit atau bertambah 2.346 unit (38,83%) dibandingkan dengan kondisi pada periode yang sama 4 tahun lalu sebanyak 6.041 unit.

Selain itu, terjadi pergeseran penguasaan pangsa muatan dalam negeri dari sebelumnya didominasi asing menjadi dikuasai kapal berbendera nasional meskipun untuk komoditas tertentu, masih dikuasai asing.

Berdasarkan data Dephub, pada 2005 pelaku pelayaran nasional baru mengangkut 114,5 juta ton dari total pangsa 206,3 juta ton atau menguasai 55,5% pangsa muatan domestik. Pada 2008, penguasaan pelayaran nasional menjadi 192,8 juta ton atau menguasai 77,7% dari total 242,9 juta ton pangsa muatan dalam negeri.

Kondisi itu bertolak belakang dengan perkembangan pangsa muatan pelayaran nasional untuk angkutan laut luar negeri yang tidak dikenai kewajiban menerapkan asas cabotage. Saat ini, pangsa muatan pelayaran nasional untuk angkutan luar negeri baru 7,1% atau naik 2,1% jika dibandingkan dengan posisi 2005 yang tercatat 5,0%.

Pangsa muatan angkutan laut di dalam negeri (%)

AsingDomestik
200544,555,5
200638,761,3
200734,765,3
200822,377,7
Sumber: Dephub

Terbitnya UU Pelayaran memang kian memperkuat Inpres No.5/2005. Substansi kedua regulasi itu adalah bagaimana mengamankan pelayaran dalam negeri dari serbuan asing dengan menggerakan sejumlah sektor penting, di antaranya perdagangan.

Untuk mendukung kebijakan itu, presiden meminta agar muatan pelayaran antarpelabuhan di dalam negeri diangkut dengan kapal berbendera Indonesia dan dioperasikan oleh perusahaan pelayaran nasional.

Adapun, di sektor perpajakan, presiden menginstruksikan penataan kembali pelaksanaan berbagai kebijakan yang ada guna memberikan fasilitas perpajakan kepada industri pelayaran dan perkapalan.

Selain itu, di sektor pembiayaan, perbankan nasional ataupun lembaga pembiayaan diminta berperan aktif dalam penyediaan pendanaan bagi pengembangan industri pelayaran nasional.

Bahkan, pemerintah menyiapkan ancaman pidana bagi operator asing yang melanggar penerapan asas cabotage yang tertuang di dalam pasal 284 UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran itu.

Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Dephub Leon Muhammad menegaskan ancaman pidana itu untuk mengantisipasi masuknya kapal-kapal asing ke wilayah perairan Indonesia, menyusul merosotnya muatan kapal di luar negeri.

Tidak signifikan

Namun, Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan Indonesian National Shipowners' Association (INSA) Paulis A. Djohan menilai kinerja sektor-sektor itu tidak signifikan dampaknya terhadap kemajuan pelayaran nasional.

Menurut dia, pengembangan sektor pelayaran masih menghadapi banyak hambatan sehingga kinerja pelaku usaha dalam mengejar target penerapan asas cabotage seperti yang diamanatkan UU, belum optimal.

Kondisi itu dikhawatirkan bakal berdampak terhadap kinerja pelayaran nasional yang dalam 2 tahun ke depan harus mampu mengambil alih seluruh angkutan komoditas dalam negeri, termasuk angkutan minyak dan gas (migas), batu bara, dan kegiatan lepas pantai atau offshore.

Sesuai dengan roadmap asas cabotage, ada 13 jenis barang atau muatan antarpelabuhan dan kegiatan offshore di dalam negeri yang wajib dilayani kapal berbendera Indonesia dan dioperasikan perusahaan dalam negeri paling lambat 1 Januari 2011.

Komoditas itu adalah migas, kargo umum, batu bara, kayu, beras, crude palm oil (CPO), pupuk, semen, bahan galian, biji-bijian, muatan cair dan bahan kimia, bijian hasil pertanian, serta produk segar.

Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) INSA Johnson W. Sujipto mengatakan untuk angkutan komoditas batu bara, pelaku usaha sudah berhasil menerapkan roadmap asas cabotage sejak awal tahun ini.

Kini, katanya, anggota INSA tengah menyiapkan armada pengganti kapal asing untuk angkutan migas dan kegiatan offshore, bahkan 46 anggota INSA sedang mencari pendanaan pengadaan kapal baru dan bekas.

"Kami optimistis asas cabotage untuk angkutan migas dan kegiatan offshore dapat dipenuhi sesuai dengan tenggat waktu yang tetapkan pemerintah," tutur Johnson.

Namun, dia mengakui pengusaha pelayaran kesulitan dalam memenuhi target penerapan asas cabotage secara penuh karena adanya kendala serius berupa lemahnya dukungan dari sektor usaha lainnya.

Dalam seminar pelayaran belum lama ini, Johnson menggambarkan betapa sulitnya pelayaran mendapatkan pendanaan dari perbankan dalam negeri untuk pengadaan kapal baru atau bekas, apalagi sampai kepada tahap meminta bunga rendah.

Di sisi lain pelaku usaha pelayaran belum bisa terlalu berharap masuknya lembaga pembiayaan asing ke sektor perkapalan di Indonesia karena negara ini belum menerapkan konvensi internasional tentang penahanan kapal atau arrest of ship.

Menurut dia, jika perbankan atau lembaga pembiayaan memiliki kemauan yang tinggi untuk memanfaatkan momentum penerapan asas cabotage, porsi kredit di sektor industri pelayaran yang saat ini baru 1,52% bisa diperbesar.

Di sisi lain pengusaha juga kesulitan mendapatkan kontrak sewa jangka panjang (multiyears) dari perusahaan migas yang dikuasai negara, sebagai salah satu persyaratan yang diminta oleh lembaga pembiayaan atau perbankan.

Oleh karena itu, penerapan asas cabotage pada komoditas migas dan offshore masih memerlukan kemauan politik pemerintah yang kuat, terutama dalam mengintervensi pemilik komoditas agar memberikan kontrak sewa kapal jangka panjang kepada operator.

Kemauan politik pemerintah juga diperlukan untuk mendorong lembaga pembiayaan dan perbankan agar memperbesar porsi kredit di sektor pelayaran dengan suku bunga yang lebih kompetitif.

Dengan demikian, lambat laun pelayaran nasional kembali merajai laut, khususnya di kawasan Asia, seperti yang diimpikan di dalam UU Pelayaran ataupun Inpres No. 5/2005 Tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional. (tularji@bisnis.co.id)

Oleh Tularji
Wartawan Bisnis Indonesia

Bisnis Indonesia Harian, 07 Mei 2009

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A17&cdate=07-MAY-2009&inw_id=671915